"Resep sukses adalah belajar disaat orang lain tidur, bekerja disaat orang lain bermalasan, mempersiapkan disaat orang lain bermain, dan bermimpi disaat orang lain berharap." – William A Ward –

Thursday, 8 March 2018

Management Tanggap Darurat Bencana Dalam Industri Migas

Aturan atau Standar Internasional yangvmengatur tentang persiapan tanggap darurat mensyaratkan bahwa Perusahaan (pemilik) harus memiliki rencana tindakan darurat dalam berbagai macam kondisi darurat. Persyaratan di dalam bagian ini diterapkan untuk setiap rencana tindakan darurat untuk mencakup:
1. Rencana tindakan darurat tertulis maupun lisan.
Rencana tindakan harus dalam keadaan tertulis, senantiasa tetap terpelihara di lingkungan
kerjanya, tersedia untuk para pekerja sebagai tinjauan. Namun demikian, perusahaan (pemilik) yang mempunyai 10 atau lebih pekerja, harus mengkomunikasikan rencana tersebut secara lisan kepada para pekerja.
2. Unsur-unsur minimum rencana tindakan darurat.
Rencana tindakan darurat harus memasukkan sampai tingkat minimal unsur-unsur berikut ini:
• Prosedur untuk pelaporan kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
• Prosedur untuk evakuasi keadaan darurat, termasuk jenis evakuasi dan tugas mencari jalan keluar.
• Prosedur harus ditaati oleh setiap pekerja yang tetap menjalankan
pekerjaan-pekerjaan pabrik
yang kritis sebelum mereka dievakuasi.
• Prosedur-prosedur yang harus dipertanggung jawabkan semua pekerja setelah evakuasi.
• Prosedur yang harus ditaati oleh setiap pekerja yang melakukan penyelamatan atau tugas  tugas medis, dan
• Nama atau titel pekerjaan dari setiap pekerja yang dapat dihubungkan oleh setiap pekerja
yang membutuhkan informasi lebih tentang rencana atau penjelasan tentang tugas-tugas
mereka menurut rencana.
3. Sistem tanda bahaya untuk pekerja.
Perusahaan (pemilik) harus memiliki dan menjaga sistem tanda bahaya untuk Pekerja. Sistem tanda bahaya ini harus menggunakan sinyal tersendiri untuk tiap kegunaan dan memenuhi persyaratan OSHA 1910.165.
4. Pelatihan.
Perusahaan (pemilik) harus menunjuk dan melatih para pekerja guna membantu evakuasi terhadap para pekerja lainnya secara tertib dan aman.
5. Tinjauan rencana tindakan darurat.
Perusahaan (pemilik) harus meninjau rencana tindakan darurat bersama seluruh pekerja yang
terlibat di dalam rencana tersebut.
Konsep Dasar Tanggap Darurat
Darurat
Keadaan darurat dapat didefinisikan sebagai sebuah sub rangkaian dari semua kejadian-kejadian yang mengancam jiwa manusia, kesehatan, harta benda dan / atau lingkungan dan dengan demikian menciptakan sebuah kebutuhan untuk ditanggapi dan diatasi. Karakteristik yang berkaitan dengan kecelakaan dikategorikan dalam kategori keadaan darurat adalah kecelakaan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Pengaruh langsung yang biasanya bersifat lokal (contoh: kebakaran di tempat, cedera pekerja
di lantai produksi, jalur pipa pecah dengan tumpahan minyak (oil) yang masuk ke bendung
penahan (Containment Dike).
• Dampak yang khas dalam jangka pendek (contoh: kerugian kecil waktu produksi, pencemaran air, minimal dari kebocoran 50 gallon bensin, dll).
• Sumber daya lokal yang pada umumnya cukup untuk merespon dan mengatur situasinya.
• Batasan waktu untuk mengambil tindakan umumnya terbatas, atau situasi mungkin bisa semakin memburuk.
• Media atau kepentingan umum di dalam keadaan darurat adalah minimal atau tidak ada sama
sekali. Keadaan darurat memiliki potensi untuk terjadinya eskalasi menjadi kejadian yang signifikan atau krisis.
Krisis
Krisis dapat didefinisikan sebagai “saat yang menentukan”, waktu yang sangat kritis dalam kesulitan besar. Dengan demikian krisis biasanya menggambarkan periode waktu yang relatif singkat, biasanya hanya beberapa jam pertama atau kejadian yang berhari-hari, saat-saat dimana ada titik balik untuk menentukan dicapai atau tidaknya tentang persepsi positif publik atas kehandalan dalam mengambil tindakan atau kemampuan perusahaan dalam mengatasi keadaan krisis keselamatan dan lingkungan hidup.Kriteria krisis ini mensyaratkan pemberitahuan (notifikasi) dan / atau aktivasi dari para pemimpin dari Tim Manajemen Atas (Senior Management Team) dan Tim Manajemen Krisis (Crisis Management Team).
Karakteristik yang terkait dengan krisis meliputi:
• Persoalan yang signifikan sekitar perkembangan reputasi, kredibilitas dan integritas perusahaan (misalnya: Lumpur Lapindo, Kejadian Exxon Valdez, BP Horizon Gulf of Mexico).
• Potensi dampak terhadap Departemen Operasi, unit bisnis atau perusahaan dengan akibat-akibat jangka panjang. Bahkan dapat mempengaruhi kemampuan untuk melanjutkan bisnis.
• Perhatian media yang luas dan terkaitnya kepentingan publik yang besar terhadap kejadian
dan terhadap organisasinya.
• Memerlukan sumber daya perusahaan yang signifikan (dukungan keuangan, pengelolaan kepekerjaan dan keahlian teknik dll) untuk merespon secara efektif.
• Kehuru-haraan / tindakan kekerasan publik yang signifikan (atau berpotensi untuk hal itu) yang diarahkan kepada Perusahaan.
• Batasan waktu untuk diambilnya tindakan sangat terbatas.
• Informasi yang sering berbenturan dan terbatas mengenai situasi yang sesungguhnya. Tanggung jawab utama dari tanggap darurat adalah merencanakan sesuatu tindakan menuju ke arah pencegahan sebelum terjadinya peningkatan ke kondisi krisis. Tidak akan ada waktu untuk merencanakan detail tindakan ketika terjadinya keadaan darurat. Rencana awal yang memadai adalah kunci kesuksesan pencegahan eskalasi ke tingkat krisis bahkan ke situasi yang dapat berakhir pada terhentinya bisnis perusahaan. Ada tiga bagian utama untuk keberhasilan rencana Keadaan darurat : 
1. Perencanaan Respons Keadaan Darurat dan Prosedur
Rencana tertulis dan prosedur-prosedur tindakan untuk setiap fasilitas yang memerinci tindakan tindakan yang akan diambil ketika terjadinya keadaan darurat.
2. Emergency Team (Organisasi)
Kelompok pekerja yang sudah ditempatkan sebelumnya dan manajemen mengambil tindakan
ketika terjadi keadaan darurat.
Fasilitas Keadaan Darurat
Fasilitas yang akan dipersiapkan dan cepat digunakan, kapanpun manakala terjadi keadaan darurat.Tujuan Utama dari Tanggap Darurat adalah meminimalisasi bahkan menghilangkan akibat dari kejadian yang tidak diinginkan sehingga tidak terjadi eskalasi ketingkat situasi krisis Rencana Awal adalah kunci kesuksesan pencegahan eskalasi ke tingkat krisis bahkan ke situasi yang dapat berakhir pada terhentinya bisnis perusahaan
Prioritas Tanggap Darurat
Tindakan-tindakan untuk menanggapi keadaan darurat selalu harus diambil berdasarkan pada urutan prioritas berikut ini :
1. Keselamatan Jiwa
Sumber daya awal dari tanggap darurat akan difokuskan / dikerahkan untuk menghitung dan memastikan / mengamankan keselamatan dan kesehatan manusia atas kejadian kecelakaan termasuk jumlah resiko korban jiwa: Pekerja, personil tanggap darurat dan masyarakat umum yang terdampak dari kejadian tersebut.
2. Stabilisasi Kejadian
Setelah sumber daya yang memadai dikerahkan untuk mengelola keselamatan jiwa, titik berat selanjutnya akan berada pada tindakan pengawasan dan pengendalian sumber kejadian secara langsung. Dapat diakui bahwa seringkali hal ini dan prioritas keselamatan jiwa harus diselesaikan secara serempak.
3. Pengamanan Lingkungan Hidup dan Aset Perusahaan
Kejadian Kecelakaan tidak bisa dianggap terkendali sampai saat dimana sumber-sumber yang memadai dimobilisasi untuk menutup, mengontrol dan meminimalkan secara efektif pengaruh dari kejadian kecelakaan terhadap lingkungannya dan aset perusahaan. Hal ini dilakukan untuk kelangsungan bisnis perusahaan dan meminimalkan kemungkinankemungkinan tuntutan ganti rugi yang dapat berakibat kebangkrutan perusahaan.
Jenis-Jenis Keadaan Darurat Kebakaran/Ledakan
Sebenarnya ada banyak jenis keadaan darurat yang harus dicakup dalam Tanggap Darurat. Semua jenis keadaan darurat dan responsnya akan di bahas pada bab-bab selanjutnya. Sub bab ini hanya akan membahas keadaan darurat karena terjadinya kebakaran dan ledakan. Sehubungan dengan pengertian Darurat kebakaran, ada beberapa jenis keadaan darurat kebakaran yang perlu diketahui, yakni:
1. Darurat Kebocoran Gas
Kebocoran gas dapat diikuti oleh terjadinya kebakaran jika gas yang bocor tersebut bertemu dengan sumber nyala / sumber api disekitar lokasi. Selain itu, timbulnya api dari kebocoran gas ini juga dapat disebabkan oleh energi listrik statis dari kecepatan aliran gas yang bocor melalui dindingdinding pipa atau bejana (pressure vessel) yang bocor. Sumber timbulnya penyalaan/pemantikan (ignition) juga bisa disebabkan oleh sifat gas itu sendiri yang mempunyai sifat titik nyala sendiri (auto ignition temperature) dimana pada temperatur tersebut gas dapat menyala sendiri. Jika kebocoran gas terjadi pada aliran tekanan tinggi sehingga mempunyai kecepatan gas bocor yang cukup tinggi, apabila terjadi ignition, maka akan terjadi apa yang disebut Jet Fire (di bahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya). Jika kecepatan tidak mencukupi untuk menimbulkan efek jet, maka yang terjadi adalah Flash Fire. Apabila ignitionnya terjadi pada kumpulan gas yang terjebak pada suatu sudut ruang (space) di lokasi pabrik, maka yang terjadi adalah Ledakan. Dalam istilah ilmiah, ledakan terjadi karena gumpalan/awan gas (gas cloud) pada suatu tempat/ruang, berjumpa dengan sumber ignition. Jet Fire, Flash Fire, dan Ledakan mempunyai efek mematikan yang berbeda terhadap manusia maupun kerusakan peralatan.
2. Kebakaran
Dilihat dari bentuk apinya, kebakaran dibagi menjadi 3 jenis:
a. Kebakaran “Pool Fire
Kebakaran bentuk ini diakibatkan oleh kebakaran di atas permukaan cairan mudah terbakar. Panas pembakaran yang dihasilkan oleh “Pool Fire” dihasilkan oleh sifat laju pembakaran persatuan luas dari cairan tersebut. Misalnya untuk bahan bakar Solar (Diesel), laju pembakarannya adalah 4mm/min, panas pembakaran 10,200 cal/g, dan berat jenis (density) adalah 0.841 kg/l atau 0.841 g/cc. Maka untuk pool fire dari tumpahan diesel seluas 1 m2 akan menghasilkan panas atau memancarkan panas ke segala arah sebesar:
Luas(m2) x laju pembakaran (mm/min) x density
(g/cc) x panas pembakaran cal/g x factor
konversi = 10,000 cm2 x 0.4 cm/min x 0.841 g/cc x 10,200 cal/g
= 34 juta cal/min
= 571,000 cal/detik
= 2400 kW.
Apa artinya ini ?
Batas panas radiasi yang bisa diterima oleh manusia tanpa cedera dan dengan nyaman tanpa pelindung apapun adalah 4.7 kW/m2 (standar untuk radiasi flare ke jalur-jalur pelarian escape route”). Jika panas radiasi “pool fire” dari tumpahan 1 m2 diesel dipancarkan merata ke segala arah maka jarak nyaman dapat berdiri dari “pool fire fire” tersebut adalah 7 m.
Catatan: ini adalah perhitungan yang sangat konservatif untuk keselamatan manusia berdasarkan standar-standar perhitungan analisa Resiko Api dan Ledakan (Fire Explosion Risk Analysis).
Penanggulangan kebakaran “pool fire” ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
Kebakaran “Pool Fire”
b. Kebakaran “Flash Fire
Flash fire dihasilkan oleh kebocoran gas yang menyambung membentuk awan gas (gas cloud) yang menyala. Pertama kebocoran gas membentuk awan gas diujungnya. Ketika awan gas menemui titik nyala maka terjadi “flash fire”. Awan gas bisa berasal dari kebocoran gas yang mengumpul pada satu ruang/lokasi karena kecepatan angin tidak cukup untuk mengencerkan jumlah kandungan gas mudah terbakar. Awan gas ini juga bisa berasal dari uap yang dihasilkan dari kebocoran cairan mudah terbakar ke atmosfir. Ketika uap ini menggumpal atau mengumpul pada suatu ruang dan kecepatan angin tidak cukup untuk mengencerkan uap tersebut maka terjadi awan uap (vapor cloud). Jika bertemu dengan sumber nyala (ignition source) maka terjadi ”flash fire”.
Kebakaran Flash Fire
Perhitungan efek flash fire ini sama dengan prinsip jumlah energi panas yang dipancarkan oleh sejumlah uap tersebut. Flash fire ini tidak dapat dipadamkan dengan menembakkan pemadam api ke arahnya, kecuali dengan menutup sumber pasokan uap mudah terbakar tersebut. Penanggulangan api untuk flash fire ini hanya untuk pendinginan sehingga panas tidak menjalar ke tempat lainnya. Pembahasan penanggulangan api akan dibahas pada bab berikutnya.
c. Kebakaran ”Jet Fire”
Api jet terbentuk dari pelepasan gas atau cairan mudah terbakar karena kebocoran dari wadahnya yang bertekanan tinggi. Kecepatan aliran kebocoran tersebut sedemikian cepat sehingga membentuk efek jet dari apinya. Sumber nyalanya (ignition source) bisa berasal dari kecepatan alirannya tersebut karena efek statik atau sumber nyala dari luar yang berbalik menjadi ”Jet Fire”.
Ilustrasi Jet Fire.
Dampak Jet Fire ini lebih parah dari dampak pool fire atau flash fire karena radiasi panas yang dipancarkannya lebih besar sehubungan dengan kecepatan laju kebocoran. Banyak model-model Software Safety Engineering yang memberikan perhitungan-perhitungan panas radiasi dari jet fire. Sebagai ilustrasi, untuk kebocoran dengan luas setara dengan lubang berdiameter 1 inci, maka jika wadah gas metana bertekanan 10 barg (sekitar 150 psi), maka jarak nyaman berdiri (ketika ada jet fire) adalah 11 meter. Penanggulangan kebakaran api jet ini tidak dapat dilakukan dengan pemadaman langsung ke sumber api jet tersebut. Penanggulangannya hanya dapat dipadamkan dengan memutuskan sumber pasokan gas atau cairan ke wadah tersebut. Metoda penyemprotan air untuk pendinginan ditujukan untuk mengurangi efek panas radiasi ke peralatan di sekitarnya.
3. Ledakan
Ledakan (Explosion) sebenarnya adalah bentuk ekstrim dari Flash Fire. Ia merupakan peningkatan volume dan pelepasan energi secara sangat cepat dengan cara yang dahsyat menghasilkan gelombang tekanan kejut dan menghasilan suhu tinggi. Gelobang tekanan kejut tersebut dihitung dalam satuan tekanan Barg. Tidak banyak yang dapat dilakukan dalam tanggap darurat menghadapi ledakan karena waktunya sangat singkat, kecuali memastikan sumber-sumber pasokan bahan bakar sehingga tidak memicu timbulnya ledakan berikutnya.Pendinginan dengan penyemprotan air dari sistim penyemprotan air otomatis (Deluge System) dapat mengurangi efek gelombang tekanan atau efek suhu yang dihasilkan. Sangat sulit mengambil gambar (foto) untuk ledakan karena kejadiannya yang sangat singkat. Gambar di bawah ini hasil dari suatu ledakan yang menunjukan bola api, namun jika reaksi demikian cepat bahkan bola api tidak tertangkap kecuali hasil kerusakan akibat ledakan.
Simulasi Ledakan.
Prosedur dan Rencana Tanggap Darurat
Bab ini akan memberikan dasar pengetahuan yang umum, pemahaman dan arah yang strategis mengenai prosedur dan perencanaan tanggap darurat. Untuk memperoleh pendekatan yang efektif dan terintegrasi dari tanggap darurat dan manajemen krisis, konsep-konsep berikut ini harus dipahami, diambil dan digunakan di seluruh tingkatan organisasi dan di semua lokasi.
Penilaian Resiko
Identifikasi potensi bencana besar dari Rencana Tanggap Darurat ini adalah penting untuk menentukan kesiap-siagaan dan fasilitas-fasilitas yang memadai. Sistim Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat Perusahaan harus merupakan sistem yang dipersiapkan untuk “Segala Resiko”. Dengan ini, berarti bahwa tim, proses, rencana dan prosedur yang ditetapkan dirancang agar berfungsi untuk segala jenis kejadian atau keadaan darurat apapun yang dapat diidentifikasi dari Penilaian Resiko (Risk Assessment). Penilaian ini akan mencakup resiko-resiko non operasional (contoh: pemogokan kerja, aktivitas terroris dan bencana-bencana alam) dan ancamanancaman operasional lainnya (contoh: tumpahan minyak, kebocoran gas, kebakaran dan peledakan). Penilaian juga harus mengidentifikasikan resiko-resiko potensial dari kejadian di luar lingkungan kerja di dekat fasilitas-fasilitas yang dapat menimbulkan ancaman bagi personil dan operasi. Alat penilaian berikut ini digunakan untuk mencantumkan tipe-tipe kecelakaan dan mengidentifikasikan prioritas mereka. Penilaian akan dilakukan di area-area operasional utama atau fasilitas yang menggunakan personil / pekerja yang akrab dengan pekerjaannya. Setelah organisasi telah menentukan prioritas-prioritas kejadiannya, kejadian-kejadian akan diurutkan berdasarkan resiko. Ranking Resiko dan prioritas kejadian harus ditinjau secara periodik sesuai perkembangan kondisi yang ada atau ketika adanya perubahan yang signifikan di dalam asset dan operasi atau lingkungan luar pabrik (non operasional) seperti disebutkan di atas. Aktivitas-aktivitas berikut ini harus diselesaikan selama penilaian resiko tanggap darurat, yaitu:
1. Kompilasikan daftar kejadian-kejadian potensial yang mungkin terjadi di dalam asset dan operasional perusahaan, tetapi tidak terbatas pada kejadian-kejadian dengan eksposur populasi yang tinggi, kejadian sebelumnya di dalam asset, kejadian-kejadian potensial dengan perhatian media yang tinggi, kejadian-kejadian atau pengalaman dari yang dialami oleh perusahaan perusahaan lain, dan kejadian-kejadian yang diidentifikasikan di dalam penilaian Resiko seperti Hazid, Hazop, dan lain sebagainya. Disamping itu, meninjau potensi non-operational seperti ancaman bom, huru hara, dan sandera personil. Tabel berikut ini adalah lembar skor yang dapat dirubah, disesuaikan atau dipakai untuk memperoleh langkah ini. Tipe-tipe kejadian yang dicantumkan di dalam lembar skor ini boleh dihapus, diubah atau ditambah sesuai dengan kebutuhan operasi yang ada (ini hanyalah contoh).
2. Penilaian resiko-resiko memberikan sejumlah pertanyaan-pertanyaan inti sebagai berikut untuk dijawab dalam proses penilaian Resiko:
• Apa yang mungkin terjadi?
• Seberapa mungkin kejadian itu akan terjadi?
• Seberapa parah kejadian itu?
• Seberapa sering kejadian itu dapat terjadi?
• Apa yang akan kita lakukan terhadap kejadian itu?
3. Analisis dilakukan untuk menentukan kemampuan tanggapan darurat yang ada terhadap potensi keadaan darurat di tempat atau lingkungan kerja dari Resiko yang telah diidentifikasi. (contoh: apakah terdapat kecukupan perlengkapan, persediaan, dan apakah tim tangap darurat telah dibekali pelatihan untuk potensi keadaan-keadaan darurat tersebut sesuai dengan tingkat Resikonya). Jika diperlukan tambahan, apakah itu berupa fasilitas dan perlengkapan tanggap darurat, jumlah tim tanggap darurat, kemampuan tim tanggap darurat, atau cakupan prosedur tanggap darurat maka tindakan perbaikan diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas tanggap darurat, dan tindakan-tindakan perbaikan ini harus didokumentasikan dan dicatat kelengkapan tindakan perbaikan tersebut.
4. Analisis harus dilakukan untuk menentukan apakah dengan langkah-langkah perbaikan yang diantipasi telah mencapai resiko menengah ke bawah dan kejadian beresiko tinggi telah diturunkan pada Resiko yang dapat diterima Gambar 3.1. dibawah ini menunjukan hasil contoh dari bencana besar dari sebuah Pabrik Kilang Minyak yang harus dicakup dalam prosedur tanggap darurat.
Diagram Sistem “Segala Resiko”
Lingkup Rencana Keadaan Darurat
Setelah mengetahui resiko kejadian yang telah diprediksikan, Rencana keadaan darurat harus dalam keadaan tertulis dan meliputi setidaknya:
• Tindakan Darurat Awal (Initial Emergency Actions): apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu ketika mengalami keadaan darurat, seperti: mengaktifkan alarm, keadaan darurat yang menghendaki pertolongan medis, dan respon awal lainnya sebagaimana dinyatakan di dalam prosedur yang telah tertulis (a.l.: pemadaman kebakaran, menekan tombol shutdown keadaan darurat pabrik, dll.)
• Prosedur untuk memberitahu kepada Manajemen dan Tim Darurat untuk memastikan bahwa sumber sumber yang memadai dalam keadaan diam atau tergerak untuk meminimalkan pengaruh potensial yang merusak dari setiap kejadian, keadaan darurat atau krisis-krisis.
• Prosedur untuk pelaporan: ke Pemerintah setempat, Kepolisian, Kantor Pusat Perusahaan, dll.
• Penunjukan tempat kendali sentral.
• Evakuasi personil ke area yang aman.
• Pengawasan terhadap pengunjung (tamu) dan kontraktor.
• Pencarian dan rencana pertolongan secara terperinci.
• Instruksi secara jelas untuk prosedur-prosedur penutupan (pematian) pabrik yang diikuti oleh sistim darurat otomatis di pabrik.
• Informasi / kontrol terhadap bahan atau zat yang berbahaya.
• Perlindungan dan pengamanan terhadap peralatan penting, bahan dan catatan-catatan dan,
• Prosedur kembali ke tempat kerja setelah semua dipastikan kembali normal dan aman. Rencana harus terperinci, teks harus relatif sederhana dan langsung ke pokok “utama”, sehingga dapat dibaca dan mudah dipahami. Tujuannya adalah untuk memandu para Petugas dan Manajemen Tanggap Darurat melalui tindakan-tindakan penting di dalam situasi yang berada di luar keadaan normal. Di samping tanggap darurat pabrik, Organisasi juga harus siap untuk dapat tanggap terhadap keadaan keadaan darurat yang terjadi di luar batas lokasi yang mengacu kepada Hasil Penilaian Resiko. Kesemuanya ini bisa mencakup; kecelakaan/ kejadian transportasi (udara, darat atau laut), keadaan darurat melibatkan para Pekerja yang berpergian, gangguan (sosial), eksternal (Mogok, Pergolakan Sosial, dll).
Prosedur Tanggap Darurat Berlapis
Dari sudut pandang personil dan sumber daya lainnya untuk suatu tanggap darurat, Konsep Tanggap Keadaan Darurat yang banyak digunakan kini berdasarkan pada konsep yang berlapis atau bertingkat (Tier). Tidaklah praktis atau ekonomis bagi perusahaan setempat atau tiap unit anak perusahaan untuk membuat sistim Emergency Response Team (ERT) sendiri-sendiri dengan hanya menggunakan sumberdaya setempat untuk mampu merespon dan mengelola skenario perkara terburuk yang teridentifikasi di dalam perencanaan respon.
Sistem Tanggap Darurat Berlapis
Konsep respon dasar berlapis tiga berkenaan dengan pengelolaan tanggap darurat telah dikembangkan sebagai konsep perencanaan tanggap darurat yang sangat fleksibel, effisien, dan tepat guna dengan memanfaatkan semua sumber-sumber daya tanggap darurat dan kapabilitas-kapabilitas di semua departemen dan fungsi-fungsinya disegala tingkat perusahan maupun kerja sama dengan pihak pemerintah dan perusahaan di sekitar pabrik. Pendekatan respon berlapis memudahkan respon awal yang kuat dan memungkinkan penyesuaian di antara sumber-sumber respon berdasarkan pada kebutuhan kejadian dan ketersediaan sumber
geograpik setempat.
Tanggap Darurat Tier 1
Kejadian atau respons Tier 1 adalah kejadian atau respons yang berhasil dapat dikelola atau diredakan oleh Manajemen setempat bersama Departemen Operasional, personil atau sumberdaya setempat. ERT untuk tingkatan ini dikembangkan oleh organisasi
setempat.
Tim Tanggap Darurat Tier 1 harus mampu :
Merespon Respons Keadaan Darurat Taktis di Lokasi.
Contoh: Pemadaman kebakaran, Pertolongan Pertama dan Resussitasi, Pertolongan Medis dan Evacuasi korban, Penyelamatan dan Pengamanan diri (Escape Evacuation) yang diarahkan oleh tim Tanggap Darurat.
Tanggap Darurat Tier 2
Tanggap Darurat Tier 2 melebihi kapabilitas Tier 1 dan memerlukan tambahan personil dan sumbersumber daya wilayah lain untuk dikelola. Tim Pendukung Tanggap Darurat regional sebagai Tim Tier 2 terdiri dari personil atau sumber-sumber daya (resources) dari berbagai Departemen Operasional, Teknik / Engineering, unit-unit bisnis atau anak perusahaan lainnya di dalam wilayah geografik tertentu untuk dimobilisasi guna memperkuat tim tanggap darurat Tier 1.
Tim Tanggap Darurat Tier 2 harus mampu :
Merespon Keadaan Darurat strategis dan harus dapat memberi masukan serta dukungan untuk Tier 1 akan langkah-langkah strategis dalam penanganan darurat di lokasi a.l.: Data tentang Rekayasa Pabrik, arahan strategis seperti keputusan bantuan luar (pemerintah), bantuan sumber daya dari anak perusahaan lainnya jika ada, bantuan strategi minimalisasi pelepasan gas berbahaya, siap menghadapi media local, dan lain sebagainya.
Tanggap Darurat Tier 3
Pusat Tanggap Darurat
Kejadian atau Tanggap Darurat Tier 3 melebihi kapabilitas dan sumbersumberdaya Tier 2 dan mungkin memerlukan personil global dan sumbersumberdaya dari berbagai macam lokasi untuk dikelola. Menurut definisi, kejadian Tier 3 meliputi pengelolaan insiden dan kapabilitas sumberdaya yang lebih luas baik dari luar perusahaan atau kerjasama dengan ahli-ahli (spesialis) tanggap darurat khusus seperti penanganan tumpahan minyak, kebakaran besar. Dengan demikian sumber-sumberdaya lainnya dari seluruh organisasi (Tingkat Perusahaan) dan dari luar harus diidentifikasikan, diberitahukan dan dimobilisasi ke tempat yang berdampak.
3.4. Strategi Tanggap Darurat
Informasi berikut ini berisi strategi tanggap darurat umum untuk skenario keadaan darurat besar seperti:
• Kebocoran gas
• Kebakaran atau Ledakan
• Tumpahan minyak
• Keadaan Darurat Pengobatan dan Medis
• Evakuasi Medis
• Bencana Alam
Tujuan dari strategi ini berfungsi sebagai pedoman untuk pengembangan prosedur-prosedur setempat atau prosedur tanggap darurat taktis yang lebih spesifik dan menguraikan tanggung jawab terhadap tindakan pengamanan, penyelamatan, pengendalian, dan jika diperlukan evakuasi semua orang.
1.Kebocoran Gas
Kebocoran gas yang mudah terbakar menunjukkan terjadinya hilangnya fungsi penyimpanan bahan berbahaya (containment) dengan apa yang disebut “Loss of Containment”, apapun penyebab langsungnya dapat menimbulkan kebakaran atau peledakan. Respons langsung sangat diperlukan terhadap tingkat gas mudah terbakar yang terdeteksi.
2. Kebakaran / Peledakan
Sebuah kejadian yang melibatkan kebakaran dan peledakan menunjukkan resiko yang serius bagi keselamatan personil, aset perusahaan dan lingkungan beroperasinya. Sejalan dengan sistem pengendalian otomatis (deteksi api dan gas, sistim “shutdown”, “blowdown”, sistim alarm, dan lain sebagainya) dan sistem penyemprotan otomatis (fire suppression system: air, foam, dan lain sebagainya) setiap lokasi harus mendefinisikan tindakan-tindakan yang diharapkan dari para pekerja. Potensi terhadap kebakaran atau peledakan dan ketersediaan personil terlatih dan personil yang diperlengkapi untuk tanggap darurat harus mempertimbangkan strategi dan taktis tanggap daruratnya.
Pre Fire Plan
Konsep manajemen penanggulangan pra-kebakaran (Pre-Fire Plan) diperlukan bagi area atau lokasi kerja yang memiliki bahaya kebakaran tinggi. Penanggulangan kebakaran dalam fasilitas produksi minyak dan gas misalnya harus dapat dilakukan  dalam hitungan detik, karena memang tingkat bahaya kebakaran dari fasilitas tersebut yang cukup tinggi sehingga dituntut penanggulangan yang cepat dan efektif dalam pemadaman kebakaran. Fasilitas eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi harus memiliki Pre-Fire Planning yang dijalankan secara konsisten yang dibantu dengan adanya komitmen dari Top Management selaku pengelola fasilitas tersebut untuk menyediakan fasilitas pemadam kebakaran yang diperlukan. Pre-Fire Planning adalah suatu cara untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat terkait dengan bahaya kebakaran yang mungkin terjadi di suatu tempat yang memiliki potensi bahaya kebakaran. Pre-Fire Planning ditujukan untuk tempattempat seperti pabrik, kilang, gedung bertingkat, mal, gudang, pasar, rumah sakit dan tempat lainnya yang berpotensi terjadinya kebakaran. Adanya Pre-Fire Planning ini akan membuat pihak Regu Tanggap Darurat (emergency response team) lebih siap dalam menghadapi bahaya kebakaran. Dengan Pre-Fire Planning ini dapat diperkirakan kondisi terburuk yang mungkin terjadi dan bagaimana langkah-langkah penanggulangannya. Waktu penanganan kebakaran (Response Time) akan lebih efektif lagi, sehingga dapat meminimalisir atau bahkan mencegah terjadinya korban dan kerugian. Setiap fasilitas produksi maupun penyimpanan minyak dan gas bumi ataupun bahan berbahaya lainnya harus mengukur kebutuhan yang diperlukan untuk penanggulangan keadaan darurat dilokasi tersebut. Setiap Pre Fire Plan harus dapat mengidentifikasi potensi dan skenario kebakaran dan juga dapat mengevaluasi tujuan dan strategi dari pemadaman kebakaran tersebut. Pre-Fire Plan seharusnya dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang diperlukan selama proses pemadaman antara lain peralatan pemadaman yang diperlukan (selang, fire monitor, sambungan, dll), lokasi hidrant, jumlah agen dan air yang digunakan dan persyaratan personil. Pre-Fire Plan ini harus tersedia bagi semua regu pemadam kebakaran dan juga digunakan sebagai dasar untuk pelatihan. Pelaksanaan pelatihan harus dimonitor secara seksama, didokumentasikan dan dievaluasi sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menyempurnakan setiap rencana jika perlu. Dari segi prosedur keselamatan, pre-fire plan harus disosialisasikan kepada seluruh entitas di dalam perusahaan. Sementara dari sisi peralatan harus selalu tersedia dan harus sesuai standar.
Cakupan Pre-Fire Planning
1) Mempersiapkan atau membuat strategi praktis pemadaman api untuk berbagai skenario
a) Identifikasi Skenario
b) Perhitungan dan Taktis Pemadaman Api dari setiap skenario. Perhitungan dilakukan untuk menentukan jumlah dan jenis media pemadam api, serta peralatan yang diperlukan. Taktis untuk mempersiapkan / menentukan jumlah regu pemadam dan tim penunjang, keahlian yang diperlukan, cara / teknik pemadaman, dan lainnya
2) Integrasikan dengan Tanggap Operasional (Emergency Shutdown, Blowdown, dan lain sebagainya) Tanggap darurat taktis dalam pengendalian dan penanggulangan kebakaran adalah teknik-teknik pemadaman kebakaran melalui:
1. Pendinginan (Cooling) yakni pendinginan bahan bakar sampai kepada temperatur dimana uap bahan bakar tidak lagi dihasilkan oleh bahan bakar tersebut sehingga akhirnya api padam. Teknik pendinginan ini dilakukan dengan menyemprotkan spray air ke areal pembakaran.
2. Menutupi (Smothering): memisahkan udara dan oksigen sehingga tidak ada lagi pasokan oksigen. Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan agen Dry chemical/Dry powder dari alat pemadam api ringan (APAR) kepada sumber api, penyemprotan busa (foam), CO2, Kimia basah (Halon), atau menggunakan selimut basah atau pasir (untuk api kecil dan kompor). Halon karena alasan lingkungan hidup (merusak ozone) dilarang penggunaannya.
3. Starving (mematikan sumber bahan bakar) yakni dengan menutup katup aliran bahan bakar gas/ cairan melalui sistim otomatis “Emergency Shutdown Valve (ESDV)”. Pemantauan perlu dilakukan untuk melihat apakah ESDV tersebut telah berfungsi menutup pasokan gas/cairan mudah kebakar ke areal kebakaran.
4. Memutuskan reaksi kimia berantai dengan mengaplikasikan bahan tertentu (foam) untuk menyingkirkan rangkaian reaksi kimia di daerah nyala api dengan demikin proses pembakaran
akan terhenti. Hal di atas sepenuhnya dilakukan oleh tim penanggulangan kebakaran dalam pabrik hingga bantuan datang atau hingga membahayakan tim penanggulangan.
3. Tumpahan Minyak
Di dalam hal pelepasan atau tumpahan minyak yang tak terkendali atau tidak diharapkan sasaran utama adalah dengan memastikan keselamatan jiwa para personil, para responder dan publik. Tim darurat ditujukan untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menghentikan atau meminimakan pelepasan atau tumpahan ini dan menurunkan pengaruhnya.
4. Keadaan Darurat Medis
Cedera/penyakit yang serius adalah cedera atau penyakit yang mensyaratkan intervensi medis yang urgent dan/ atau pemindahan langsung dari orang yang sakit/ terluka/ cedera kepada fasilitas medis yang telah ditetapkan. Semua situs Perusahaan dan / atau fasilitas akan mempertahankan kapabilitas medis sebagaimana ditetapkan oleh Departemen medis Perusahaan-nya. Tergantung pada tingkat keparahan dari cedera atau penyakit, evakuasi medis atau “Medivac” mungkin diperlukan agar pasien dapat dirawat di klinik atau rumah sakit yang mampu memiliki metode-metode lebih terdepan untuk evaluasi pasien atau perawatan pasien.
5. Evakuasi Medis
Evakuasi medis mungkin perlu dilakukan jika korban tidak dapat ditangani oleh tim medis perusahaan. Evakuasi ini perlu dilakukan persiapan dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti rumah sakit yang mempunyai fasilitas memadai, sarana tansportasi misalnya helicopter, dan lain sebagainya. Kemungkinan kebutuhan akan evakuasi medis ini bukan saja untuk korban akibat kecelakaan kerja atau kecelakaan proses pabrik, tetapi juga untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan serangan jantung dan penyakit lainnya yang mungkin tidak dapat ditangani oleh fasilitas medis perusahaan. Bagian ini merespon beberapa keadaan darurat medis yang serius dan harus ditinjau kembali bersama sesuai dengan garis-garis pedoman untuk keadaan darurat medis dan rencana tanggap darurat yang telah dibuat khusus untuk lokasi di pabrik. Istilah Medivac dapat berlaku pada transportasi yang dilakukan ketika seorang pasien terluka atau cedera atau sakit yang dianggap jiwanya terancam, atau ketika di dalam beberapa situasi mengancam selain jiwa dimana seorang pasien harus dipindahkan (dievakuasi) untuk diadakan diagnosis atau penanganan di sarana medis yang telah ditetapkan. Komandan Insiden umum atau pimpinan perusahaan di lokasi pabrik diberikan wewenang untuk meminta sebuah medivac. Keputusan yang akan dilakukan berdasar keselamatan dan perhatian utama untuk pasien. Meski tidak ada lagi persetujuan atau izin yang diperlukan, adalah penting untuk memperhatikan bahwa keputusan untuk medivac harus dilakukan seorang pasien dengan berkonsultasi dengan orang yang mempunyai wewenang tersebut, Departemen medis perusahan, Operasi dan Logistik sebagaimana mestinya. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika menentukan apakah seorang pasien memerlukan
medivac, meliputi :
• Tingkat keparahan dari cedera/ luka atau penyakitnya
• Diperlukannya perawatan
• Jenis dan kondisi khusus dari transportasi yang diperlukan
• Ketersediaan transportasi
• Ketersediaan paspor (jika diperlukan evakuasi ke luar negeri)
• Jumlah dan tingkat kualifikasi orang-orang yang menyertai pasien tersebut, jika diperlukan.
• Kondisi lingkungan (cuaca, hari terang, dll.)
• Tujuan akhir (klinik setempat atau klinik di kotakota besar, dll.)
Seseorang yang terlatih sebagaimana mestinya dan memenuhi syarat untuk menata kelola perbantuan medis selama evakuasi, diharapkan akan selalu menemani pasien yang dievakuasi hingga sampai di rumah sakit yang dituju.
6. Bencana Alam
Untuk daerah-daerah operasi yang mempunyai potensi bencana alam yang perlu kesiapan berikut ini strategi yang dapat diterapkan:
Organisasi: Tim Tanggap Darurat dan Manajemen Krisis
Perusahaan harus mempertahankan dan melatih posisi-posisi yang diperlukan untuk tanggap darurat. Organisasi tanggap darurat diambil atau dipilih dari seluruh departemen yang tersedia untukmerespon dan mengelola keadaan-keadaan darurat. Personil lokal akan mengorganisir dengan cara memberikan respons awal. Pada beberapa hal dimana besaran dan / atau kompleksitas dari sebuah kejadian atau insiden melampaui kapabilitas dari respons awal ini, maka tim ini akan didukung oleh Tim Manajemen Insiden dari kantor pusat (Tier 2). Tim Manajemen Insiden di pusat kemudian memfasilitasi penyebaran atau pengiriman sumber-sumber daya yang tersedia lainnya yang diperlukan yang bisa diambil dari manapun di unit-unit pabrik dari tempat terdekat atau bantuan dari tim tanggap darurat professional yang telah terjalin kerja sama (Tier 3).
1. Tim Tanggap Darurat Setempat
Setiap lokasi pabrik harus mempertahankan dan melatih tim tanggap darurat setempatnya yang disebut Emergency Response Team (ERT). Walaupun tim ini bukanlah tim khusus yang tugasnya hanya sebagai ERT melainkan diambil dari departemen-departemen lain, namun ERT harus mampu memprakarsai respons yang tepat dan cepat pada keadaan darurat apapun di dalam area operasi-operasi langsung atau lokasi kantor. Kapabilitas dari tim ini kadang-kadang dibatasi dikarenakan jumlah sumberdaya yang tersedia, namun setidaknya harus dapat melakukan tugas sebagai berikut:
• Mengaktifkan alarm, mengadakan pemberitahuan dan evakuasi langsung, cepat dan aman untuk semua personil dan orang-orang.
• Melakukan pertolongan pertama dasar
• Melakukan tindakan pemadaman kebakaran dasar yang melibatkan kebakaran yang baru mulai.
• Meng-inisiasi penutupan keadaan darurat pada sarana-sarana operasional.
• Penampungan dan perbaikan tumpahantumpahan minyak (< 100 bbls) atau pengendalian bahan kimia bila dibutuhkan.
Tim-tim ini merupakan Tim Tanggap Darurat Tier I dari suatu unit perusahaan di lokasi pabrik tersebut. Tergantung pada hasil penilaian resiko keadaan darurat dan peraturan, akan lebih baik kemampuan dari tim Tier I ini melebihi kebutuhan minimum di atas. Untuk tujuan Tier 1 tersebut, setiap lokasi harus menentukan Sumber daya Keadaan Darurat lokasi, yang meliputi :
• Jumlah personil yang diperlukan untuk respons keadaan darurat
• Peralatan yang dibutuhkan, dan
• Pelatihan yang diperlukan
Tim darurat dapat termasuk tim kebakaran internal, tim pendukung pertolongan, tim pengendali gangguan, tim pencarian dan pertolongan, tim keamanan, para pemandu kebakaran, dst. Bahkan pada fasilitas kecil pun hal ini ditunjukan bahwa respons yang cepat dan tepat terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya sebelum datangnya bantuan dari luar sangat membantu mengurangi tingkat kerugian. Tim ini harusnya dipimpin oleh Pemimpin Tertinggi setempat. Adakalanya pemimpin tim tanggap darurat ini dibantu oleh satu petugas khusus yang ahli tanggap darurat yang sehari-harinya bertugas melatih dan memberikan saran-saran perbaikan tanggap darurat.
2. Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
Kantor pusat harus menetapkan, melatih dan mempertahankan Tim Tanggap Darurat Pusat atau Tim Manajemen Darurat Pusat. Tim ini harus mampu memberikan dukungan tim-tim respons keadaan darurat Tier 1. Tim Tanggap Darurat berkududukan di kantor pusat pada dasarnya terdiri dari para Manajer Senior dan personil pendukung utama di dalam Perusahaan yang terdiri dari departemen penting yang meliputi departement pendukung. Tim ini juga dipimpin oleh seorang Komandan Insiden yang biasanya secara bergilir dipegang oleh Petinggi Departemen. Tim ini biasanya terdiri dari perwakilan departemen terkait dengan keadaan darurat misalnya: Departemen Operasi, Logistik, Tim pendukung teknis: Engineering, HSE, Personalia, Humas, dan lain sebagainya sesuai kebutuhan. Tim ini merupakan Tim Tier 2.
3. Penetapan Perintah
Dalam hal keadaan darurat apapun, perintah harus ditetapkan. Pada awalnya setiap orang yang menemukan keadaan darurat akan memberikan perintah. Setelah alarm diaktifkan, perintah kuasa perintah dipindahkan ke Pimpinan Tanggap Darurat Setempat (baik langsung maupun tidak langsung). Ketika diperlukan untuk tingkat lapisan yang lebih tinggi (Tier 2), Pimpinan Tanggap Darurat setempat ini harus menghubungi nomor Darurat Tingkat Perusahaan yang beroperasi 24 jam yang dijaga oleh seorang operator radio dan pimpinan setempat ini mengadakan kontak kepada Komandan Insiden Kantor Pusat. Komandan Tanggap Darurat kantor pusat akan menentukan aktivasi dari Tim Manajemen Insiden Perusahaan. Komandan Tanggap Darurat Pusat ini bertanggungjawab untuk pengendalian kejadian dan bertanggung jawab terhadap semua detail yang terkait dengan manajemen insiden sampai pada saat dimana tanggungjawab ini didelegasikan kepada orang lain (Tier 3).
Pelatihan dan Latihan untuk Tim Darurat
1. Pelatihan dan Latihan Tim Tanggap Darurat Lokal
Pelatihan harus diadakan baik secara teoritis (Table Top Exercise) maupun praktek (Emergency Drill). Jadwal pelatihan yang berkala ditetapkan agar senantiasa menjaga pengetahuan dan keterampilan anggota tim tanggap darurat selalu baru. Meski pelatihan maksimal direncanakan, latihan-latihan kejutan (tanpa pemberitahuan) harus diadakan secara berkala dengan mensimulasi situasi keadaan darurat.Pada kesempatan seperti ini, personil cenderung menunjukkan reaksi secara langsung dibanding ketika pelatihan diberitahukan sebelumnya dan dapat terlihat kesiapan sesungguhnya.Pelatihan bukan hanya untuk orang-orang yang secara fisik dapat merespon keadaan-keadaan darurat, akan tetapi juga Pengawas, Koordinator, orang-orang yang menerima panggilan darurat dan personil cadangan. Contoh tentang pelatihan respons keadaan darurat yang khusus meliputi :
• Teknik-teknik penilaian bahaya dasar
• Bagaimana memilih dan menggunakan APD yang tepat
• Penggunaan alat-alat deteksi bahan kimia portabel
• Terminologi bahan atau zat dasar berbahaya dan perilaku bahan kimia
• Bagaimana melakukan kontainmen (penampungan), pengungkungan/penahanan untuk tumpahan minyak atau kimia dan pekerjaanpekerjaan pengawasan serta menentukan kapan bantuan dibutuhkan.
• Bagaimana melaksanakan prosedur penurunan kontaminasi dasar
• Prosedur respons yang relevan dan prosedur untuk mengakhiri respons itu.
• Usaha pemadaman kebakaran dasar dan Pelatihan Memadamkan Kebakaran Terdepan
• Pertolongan Medis : Pertolongan Pertama dan CPR. Paparan lokal dapat menentukan perlunya pelatihan pertolongan pertama khusus, teknik-teknik pertolongan khusus atau respons terhadap paparan-paparan tertentu misalnya bahan radioaktif.
2. Tim Respons Darurat Perusahaan
Semua anggota tim tanggap keadaan darurat di  kantor pusat harus dilatih sebagaimana mestinya agar dapat memfungsikan kapasitas mereka selama keadaan darurat dan insiden di suatu lokasi pabrik. Setidaknya, para anggota tim akan menerima pelatihan tanggap darurat dan ikut serta di dalam latihan praktek (Drill dan Exercise) untuk tanggap darurat secara periodik (setiap tahun).
3. Bantuan Luar Terorganisir dan Pertolongan Bersama
Kesepakatan pertolongan bersama dari luar adalah merupakan kesepakataan atau perjanjian yang resmi dengan perusahaan-perusahaan swasta lokal atau fasilitas untuk memberikan bantuan tenaga ahli dan  pekerja tanggap darurat berikut peralatan. Perbantuan dari badan atau agen atau industri dari luar dapat bermanfaat. Kasus per kasus harus diambil dengan menyeleksi secara tepat, merencanakan dan mempertahankan hubungan dengan pihak luar dan industri yang mungkin berguna. Latihan merupakan alat terbaik untuk membuktikan bahwa sumbersumber dari luar perusahaan ini dipersiapkan untuk merespon keadaan darurat sebagaimana mestinya.
Fasilitas dan Sistim Tanggap Darurat
1. Sistem Pertolongan dan Perlindungan Fasilitas
Harus dilakukan survey komprehensif oleh orangorang yang berkualifikasi untuk menentukan jenis sistem yang harus ditetapkan. Beberapa contoh dicantumkan di bawah ini :
• Sistem pemadaman kebakaran, Pompa Kebakaran, Fire Ringmain, Pipa Kebakaran, Hydrant, Pemantau Kebakaran, dan Hose Reel, Truk Kebakaran, Sistem Pemadaman Kebakaran Portabel.
• Sistem perlindungan kebakaran, Dinding Kebakaran/ Blast Wall, Sistem Deluge, Sprinkler, Peralatan Sistem Pelindung Pasif, dll.
• Sistem alarm dan deteksi bahaya : Detektor Kebakaran dan Gas (F&G Detector), Sistem Alarm Kebakaran, dll.
• Perlengkapan dan bahan pengendali pelepasan dan tumpahan dan perlatan, alat penanggulangan tumpahan (Spill Kit), Oil Boom, Skimmers, Alat Penyemprot, Dispersant, Pengisap (Sorbent), dan lain-lain.
• Sumber Energi Listrik dalam keadaan darurat (Generator Emergency)
• Peralatan pertolongan pertama: P3K, Safety Shower, Eye wash station, Alat Pemadam Kebakaran Ringan
• Peralatan Pertolongan : SCBA, EEBA (Escape Evacuation Breathing Aparatus).
• Jalan Keluar dan Evakuasi : Rute Jalan Keluar,Muster Area
• Peralatan Komunikasi Darurat : Radio, Telepon, Fax, Sistem Pagin, Telephone Satelit, jaringan komputer / internet, dan alat komunikasi lainnya.
• Fasilitas Penyelamatan dan Evakuasi untuk Fasilitas Offshore: Lifeboat, Life Raft, Rescue Craft, GuardBoat/Supply Boat, dan lain sebagainya.
• Peralatan Keselamatan seperti: Kantong Darurat di setiap tempat berisi Alat Pelindung Diri untuk keadan darurat (Hood, Cartridge, senter, dan lain sebagainya), dan lain sebagainya.
5.2. Sistem Darurat Proses di Pabrik
Sistem Darurat Proses di Pabrik terkait dengan sistem ESD yang terdiri dari :
a. Katup Penutup dalam Keadaan Darurat (ESD System): bertujuan untuk mengurangi jumlah pasokan bahan bakar ketempat kejadian melalui penutupan keran otomatis darurat (ESD Valveyang terhubung dengan Emergency Shutdown System. Penutupan pasokan ini mengurangi durasi pelepasan gas di tempat kebakaran atau terjadinya kebocoran dari wadah proses (Process Containment) dengan demikian mengurangi akibat-akibatnya.
b. Katup Blowdown Keadaan Darurat : mengurangi bahan bakar gas pemasok api dengan melepaskan bahan bakar gas ke tempat yang dirancang aman (Flare atau Vent). Hal ini juga untuk mengurangi durasi terjadinya kebocoran gas atau kebakaran.
c. Sistim detektor kebakaran dan gas (F&G Detection System): beberapa sistem F&G dirancang untuk memerintahkan Sistem Penutupan (pematian) darurat (Emergency Shutdown).

Studi Kasus
Studi kasus di bawah ini tidak membahas akar permasalahan atau penyebab langsung dari terjadinya kecelakaan namun lebih menitik beratkan pada pembahasan tanggap darurat dari kejadiankejadian tersebut di bawah ini.
1. Tumpahan Minyak Exxon Valdez, 1989
Tumpahan Minyak Exxon Valdez, 1989.
Tumpahan minyak Exxon Valdez terjadi di Prince William Sound, Alaska, pada 24 Maret 1989, ketika Exxon Valdez, sebuah kapal tanker minyak ditambat pada Long Beach, California, membentur Bligh Reef Prince William Sound lalu menumpahi 260.000 sampai dengan 750.000 barrel (41.000 sampai 119.000 m3) minyak mentah. Hal ini dinilai menjadi salah satu bencana lingkungan yang disebabkan oleh manusia yang sangat merusakkan yang belum pernah terjadi sebelumnya di dalam sejarah. Bagaimanapun, lokasi terpencil seperti Prince Willian Sound, hanya dapat diakses dengan helikopter, pesawat terbang dan boat, yang menyulit upaya respons dari pemerintah dan industri dan rencana untuk respons yang ada dikenakan pajak. Wilayah ini merupakan habitat ikan salmon, berang laut, anjing laut dan burung laut. Minyak ini pada mulanya diproses di ladang minyak Teluk Prudhoe, pada akhirnya mencakup 1.300 mil (2.100 km) dari garis pantai, dan 11.000 mil persegi (28.000 km2) dari samudera lepas. Kemudian CEO Exxon, Lawrence G. Rawl menentukan tanggap darurat dari perusahaan tersebut. Tindakan tanggap darurat yang pertama adalah tindakan pembersihan melalui penggunaan dispersant, sebuah campuran solvent dan surfactat. Perusahaan swasta menggunakan dispersant pada 24 Maret 1989 dengan menggunakan helikopter dan bucket dispersant. Karena aksi gelombang tidak cukup untuk mencampur dispersant dengan minyak di dalam air, penggunaan dispersant dihentikan. Sebuah peledakan percobaan juga dilakukan selama tahap-tahap awal terjadinya tumpahan untuk membakar minyak tersebut, di wilayah tumpahan terpisah dari peledakan lainnya. Ujicoba relatif berhasil, mengurangi 113.400 liter minyak sampai 1.134 liter residen yang dapat diangkat, tetapi karena cuaca yang tak menguntungkan maka tidak ada pembakaran lanjutan yang dapat dilakukan. Pembersihan mekanis dimulai dengan singkat setelah itu dengan menggunakan oil boom dan skimmers, tetapi skimmer tidak cepat tersedia dalam waktu 24 jam menyusul tumpahan tersebut, lalu minyak kental dan tebal cenderung menyumbat peralatan. Exxon banyak dikritik karena tanggap darurat yang lambat untuk menyelesaikan bencana tersebut dan John Devens, Walikota di Valdez, mengatakan masyarakatnya merasa dikhianati dengan tanggap darurat yang tidak layak dari Exxon untuk menanggapi krisis ini. Lebih dari 11.000 warga Alaska yang diikuti dengan para Pekerja Exxon bekerja di sepanjang wilayah ini berusaha memulihkan lingkungan. Dalam banyak evaluasi, sebenarnya telah banyak yang dilakukan oleh Exxon ketika itu, namun Exxon dianggap gagal dalam menanggapi keadaan darurat terhadap dunia media ketika itu.
2. Kecelakaan Kilang BP texas
Kecelakaan Kilang BP Texas
Pada 23 Maret 2005 sekitar jam 1.20 siang terjadi peledakan dan kebakaran di salah satu kilang milik BP yang terbesar dan paling kompleks yang berlokasi di Texas City, Texas. Peledakan dan kebakaran terjadi di unit Isomerization, yang menyebabkan kematian 15 orang dan sebanyak 70 sampai 100 orang luka serius. Semua yang tewas adalah para kontraktor lapangan. Kilang tersebut memiliki 30 unit proses yang tersebar sepanjang lokasi 1.200 acre dan mempekerjakan sekitar 1.600 staff BP. Pada waktu kejadian tersebut ada sekitar 800 staff kontraktor lainnya di lokasi untuk pekerjaan perputaran yang signifikan. Kilang ini memproduksi bensin, bahan bakar jet, bahan bakar diesel dan persediaan bahan kimia. Kilang ini memiliki kapasitas bernilai 460.000 barrel setiap harinya dan kemampuan untuk memproduksi sekitar 11 juta gallon bahan bakar per harinya atau sekitar 3 persen untuk persediaan bahan bakar di AS. Studi kasus ini mencakup strategi komunikasi dari BP, dengan memanfaatkan sebuah pusat sebagai lokasi respons kejadian, pada hari-hari ketika menyusul adanya insiden ini. Insiden yang sangat berarti ini, dengan fasilitas dari skala ini, memiliki dampak dan menyita perhatian sebagian besar warga di sepanjang wilayah ini. Mengkomunikasikan dengan cepat, akurat dan di dalam proses yang tepat adalah penting dan menentukan.

Daftar Pustaka
1. UU no. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Ps.8.
2. PP No. 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang
pertambangan
3. PP No. 11/1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan
Gas Bumi
4. PP No. 11 tahun 1970 Bab 19, Alat Pemadam Kebakaran
5. Per 05/Men/1996, sub bab 3.3.8. Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana.
6. 29 CFR OSHA 1910.38. Emergency Action Plans
7. 29 CFR 1926.23: First Aid and Medical attention, and
8. 1926.50: Medical services and first aid
9. 29 CFR 1926.35: Employee emergency action plan
10. 29 CFR 1926.34: Means of egress
11. 29 CFR 1926.24: Fire protection and prevention,
12. 29 CFR 1926.150: Fire protection
13. 29 CFR 1926.151: Fire prevention
14. 29 CFR 1926.64: PSM of highly hazardous chemicals
15. 29 CFR 1926.65: HazWoper, Emergency
response to hazardous substance releases
16. NFPA 600, Standard on Industrial Fire Brigade.

No comments:

Post a Comment

Baca Juga Artikel Ini close button minimize button maximize button