Aturan atau Standar Internasional yangvmengatur
tentang persiapan tanggap darurat mensyaratkan bahwa Perusahaan (pemilik) harus
memiliki rencana tindakan darurat dalam berbagai macam kondisi darurat.
Persyaratan di dalam bagian ini diterapkan untuk setiap rencana tindakan
darurat untuk mencakup:
1. Rencana tindakan darurat tertulis maupun
lisan.
Rencana tindakan harus dalam keadaan
tertulis, senantiasa tetap terpelihara di lingkungan
kerjanya, tersedia untuk para pekerja sebagai
tinjauan. Namun demikian, perusahaan (pemilik) yang mempunyai 10 atau lebih
pekerja, harus mengkomunikasikan rencana tersebut secara lisan kepada para
pekerja.
2. Unsur-unsur minimum rencana tindakan darurat.
Rencana tindakan darurat harus memasukkan sampai
tingkat minimal unsur-unsur berikut ini:
• Prosedur untuk pelaporan kebakaran atau keadaan
darurat lainnya.
• Prosedur untuk evakuasi keadaan darurat, termasuk
jenis evakuasi dan tugas mencari jalan keluar.
• Prosedur harus ditaati oleh setiap pekerja
yang tetap menjalankan
pekerjaan-pekerjaan pabrik
yang kritis sebelum mereka dievakuasi.
• Prosedur-prosedur yang harus dipertanggung jawabkan
semua pekerja setelah evakuasi.
• Prosedur yang harus ditaati oleh setiap
pekerja yang melakukan penyelamatan atau tugas
tugas medis, dan
• Nama atau titel pekerjaan dari setiap
pekerja yang dapat dihubungkan oleh setiap pekerja
yang membutuhkan informasi lebih tentang rencana
atau penjelasan tentang tugas-tugas
mereka menurut rencana.
3. Sistem tanda bahaya untuk pekerja.
Perusahaan (pemilik) harus memiliki dan
menjaga sistem tanda bahaya untuk Pekerja. Sistem tanda bahaya ini harus
menggunakan sinyal tersendiri untuk tiap kegunaan dan memenuhi persyaratan OSHA
1910.165.
4. Pelatihan.
Perusahaan (pemilik) harus menunjuk dan
melatih para pekerja guna membantu evakuasi terhadap para pekerja lainnya
secara tertib dan aman.
5. Tinjauan rencana tindakan darurat.
Perusahaan (pemilik) harus meninjau rencana tindakan
darurat bersama seluruh pekerja yang
terlibat di dalam rencana tersebut.
Konsep
Dasar Tanggap Darurat
Darurat
Keadaan darurat dapat didefinisikan sebagai sebuah
sub rangkaian dari semua kejadian-kejadian yang mengancam jiwa manusia,
kesehatan, harta benda dan / atau lingkungan dan dengan demikian menciptakan
sebuah kebutuhan untuk ditanggapi dan diatasi. Karakteristik yang berkaitan
dengan kecelakaan dikategorikan dalam kategori keadaan darurat adalah
kecelakaan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Pengaruh langsung yang biasanya bersifat
lokal (contoh: kebakaran di tempat, cedera pekerja
di lantai produksi, jalur pipa pecah dengan tumpahan
minyak (oil) yang masuk ke bendung
penahan (Containment Dike).
• Dampak yang khas dalam jangka pendek
(contoh: kerugian kecil waktu produksi, pencemaran air, minimal dari kebocoran
50 gallon bensin, dll).
• Sumber daya lokal yang pada umumnya cukup untuk
merespon dan mengatur situasinya.
• Batasan waktu untuk mengambil tindakan umumnya
terbatas, atau situasi mungkin bisa semakin memburuk.
• Media atau kepentingan umum di dalam
keadaan darurat adalah minimal atau tidak ada sama
sekali. Keadaan darurat memiliki potensi
untuk terjadinya eskalasi menjadi kejadian yang signifikan atau krisis.
Krisis
Krisis dapat didefinisikan sebagai “saat
yang menentukan”, waktu yang sangat kritis dalam kesulitan besar. Dengan demikian krisis
biasanya menggambarkan periode waktu yang relatif singkat, biasanya hanya
beberapa jam pertama atau kejadian yang berhari-hari, saat-saat dimana ada titik
balik untuk menentukan dicapai atau tidaknya tentang persepsi positif publik
atas kehandalan dalam mengambil tindakan atau kemampuan perusahaan dalam
mengatasi keadaan krisis keselamatan dan lingkungan hidup.Kriteria krisis ini
mensyaratkan pemberitahuan (notifikasi) dan / atau aktivasi dari para pemimpin dari
Tim Manajemen Atas (Senior Management Team) dan Tim Manajemen
Krisis (Crisis Management Team).
Karakteristik yang terkait dengan krisis
meliputi:
• Persoalan yang signifikan sekitar
perkembangan reputasi, kredibilitas dan integritas perusahaan (misalnya: Lumpur
Lapindo, Kejadian Exxon Valdez, BP Horizon Gulf of Mexico).
• Potensi dampak terhadap Departemen Operasi,
unit bisnis atau perusahaan dengan akibat-akibat jangka panjang. Bahkan dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melanjutkan bisnis.
• Perhatian media yang luas dan terkaitnya kepentingan
publik yang besar terhadap kejadian
dan terhadap organisasinya.
• Memerlukan sumber daya perusahaan yang signifikan
(dukungan keuangan, pengelolaan kepekerjaan dan keahlian teknik dll) untuk merespon
secara efektif.
• Kehuru-haraan / tindakan kekerasan publik
yang signifikan (atau berpotensi untuk hal itu) yang diarahkan kepada
Perusahaan.
• Batasan waktu untuk diambilnya tindakan
sangat terbatas.
• Informasi yang sering berbenturan dan
terbatas mengenai situasi yang sesungguhnya. Tanggung jawab utama dari tanggap
darurat adalah merencanakan sesuatu tindakan menuju ke arah pencegahan sebelum terjadinya
peningkatan ke kondisi krisis. Tidak akan ada waktu untuk merencanakan detail tindakan ketika
terjadinya keadaan darurat. Rencana awal yang memadai adalah kunci kesuksesan
pencegahan eskalasi ke tingkat krisis bahkan ke situasi yang dapat berakhir
pada terhentinya bisnis perusahaan. Ada tiga bagian utama untuk keberhasilan rencana Keadaan darurat :
1. Perencanaan Respons Keadaan Darurat dan
Prosedur
Rencana tertulis dan prosedur-prosedur
tindakan untuk setiap fasilitas yang memerinci tindakan tindakan yang akan
diambil ketika terjadinya keadaan darurat.
2. Emergency Team (Organisasi)
Kelompok pekerja yang sudah ditempatkan sebelumnya
dan manajemen mengambil tindakan
ketika terjadi keadaan darurat.
Fasilitas Keadaan Darurat
Fasilitas yang akan dipersiapkan dan cepat digunakan,
kapanpun manakala terjadi keadaan darurat.Tujuan Utama dari Tanggap Darurat
adalah meminimalisasi bahkan menghilangkan akibat dari kejadian yang tidak
diinginkan sehingga tidak terjadi eskalasi ketingkat situasi krisis Rencana Awal adalah kunci kesuksesan
pencegahan eskalasi ke tingkat krisis bahkan ke situasi yang dapat berakhir
pada terhentinya bisnis perusahaan
Prioritas Tanggap Darurat
Tindakan-tindakan untuk menanggapi keadaan darurat
selalu harus diambil berdasarkan pada urutan prioritas berikut ini :
1. Keselamatan Jiwa
Sumber daya awal dari tanggap darurat akan difokuskan
/ dikerahkan untuk menghitung dan memastikan / mengamankan keselamatan dan kesehatan
manusia atas kejadian kecelakaan termasuk jumlah resiko korban jiwa: Pekerja,
personil tanggap darurat dan masyarakat umum yang terdampak dari kejadian
tersebut.
2. Stabilisasi Kejadian
Setelah sumber daya yang memadai dikerahkan untuk
mengelola keselamatan jiwa, titik berat selanjutnya akan berada pada tindakan
pengawasan dan pengendalian sumber kejadian secara langsung. Dapat diakui bahwa
seringkali hal ini dan prioritas keselamatan jiwa harus diselesaikan secara
serempak.
3. Pengamanan Lingkungan Hidup dan Aset
Perusahaan
Kejadian Kecelakaan tidak bisa dianggap
terkendali sampai saat dimana sumber-sumber yang memadai dimobilisasi untuk
menutup, mengontrol dan meminimalkan secara efektif pengaruh dari kejadian kecelakaan
terhadap lingkungannya dan aset perusahaan. Hal ini dilakukan untuk
kelangsungan bisnis perusahaan dan meminimalkan kemungkinankemungkinan tuntutan
ganti rugi yang dapat berakibat kebangkrutan perusahaan.
Jenis-Jenis Keadaan Darurat Kebakaran/Ledakan
Sebenarnya ada banyak jenis keadaan darurat
yang harus dicakup dalam Tanggap Darurat. Semua jenis keadaan darurat dan
responsnya akan di bahas pada bab-bab selanjutnya. Sub bab ini hanya akan membahas
keadaan darurat karena terjadinya kebakaran dan ledakan. Sehubungan dengan
pengertian Darurat kebakaran, ada beberapa jenis keadaan darurat kebakaran yang
perlu diketahui, yakni:
1. Darurat Kebocoran Gas
Kebocoran gas dapat diikuti oleh terjadinya kebakaran
jika gas yang bocor tersebut bertemu dengan sumber nyala / sumber api disekitar
lokasi. Selain itu, timbulnya api dari kebocoran gas ini juga dapat disebabkan
oleh energi listrik statis dari kecepatan aliran gas yang bocor melalui
dindingdinding pipa atau bejana (pressure vessel) yang bocor. Sumber
timbulnya penyalaan/pemantikan (ignition) juga bisa disebabkan oleh
sifat gas itu sendiri yang mempunyai sifat titik nyala sendiri (auto
ignition temperature) dimana pada temperatur tersebut gas dapat
menyala sendiri. Jika kebocoran gas terjadi pada aliran tekanan tinggi sehingga
mempunyai kecepatan gas bocor yang cukup tinggi, apabila terjadi ignition,
maka akan terjadi apa yang disebut Jet Fire (di
bahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya). Jika kecepatan tidak mencukupi
untuk menimbulkan efek jet, maka yang terjadi adalah Flash Fire. Apabila
ignitionnya terjadi pada kumpulan gas yang terjebak pada suatu sudut ruang
(space) di lokasi pabrik, maka yang terjadi adalah Ledakan. Dalam istilah
ilmiah, ledakan terjadi karena gumpalan/awan gas (gas cloud) pada suatu tempat/ruang,
berjumpa dengan sumber ignition. Jet Fire, Flash Fire, dan
Ledakan mempunyai efek mematikan yang berbeda terhadap manusia maupun kerusakan
peralatan.
2. Kebakaran
Dilihat dari bentuk apinya, kebakaran dibagi
menjadi 3 jenis:
a. Kebakaran “Pool Fire”
Kebakaran bentuk ini diakibatkan oleh
kebakaran di atas permukaan cairan mudah terbakar. Panas pembakaran yang
dihasilkan oleh “Pool Fire” dihasilkan oleh sifat laju pembakaran
persatuan luas dari cairan tersebut. Misalnya untuk bahan bakar Solar (Diesel),
laju pembakarannya adalah 4mm/min, panas pembakaran 10,200 cal/g, dan berat
jenis (density) adalah 0.841 kg/l atau 0.841 g/cc. Maka untuk pool
fire dari tumpahan diesel seluas 1 m2 akan menghasilkan panas
atau memancarkan panas ke segala arah sebesar:
Luas(m2) x laju pembakaran (mm/min) x density
(g/cc) x panas pembakaran cal/g x factor
konversi = 10,000 cm2 x 0.4 cm/min x 0.841
g/cc x 10,200 cal/g
= 34 juta cal/min
= 571,000 cal/detik
= 2400 kW.
Apa
artinya ini ?
Batas panas radiasi yang bisa diterima oleh manusia
tanpa cedera dan dengan nyaman tanpa pelindung apapun adalah 4.7 kW/m2 (standar
untuk radiasi flare ke jalur-jalur pelarian “escape route”). Jika panas radiasi “pool
fire” dari tumpahan 1 m2 diesel dipancarkan merata ke segala arah
maka jarak nyaman dapat berdiri dari “pool fire fire” tersebut adalah 7
m.
Catatan: ini adalah perhitungan yang sangat konservatif
untuk keselamatan manusia berdasarkan standar-standar perhitungan analisa Resiko
Api dan Ledakan (Fire Explosion Risk Analysis).
Penanggulangan kebakaran “pool fire” ini akan
dibahas pada bab selanjutnya.
Kebakaran “Pool Fire” |
b. Kebakaran “Flash Fire”
Flash fire dihasilkan oleh kebocoran gas yang menyambung membentuk
awan gas (gas cloud) yang menyala. Pertama kebocoran gas membentuk awan gas
diujungnya. Ketika awan gas menemui titik nyala maka terjadi “flash fire”.
Awan gas bisa berasal dari kebocoran gas yang mengumpul pada satu ruang/lokasi karena kecepatan
angin tidak cukup untuk mengencerkan jumlah kandungan gas mudah terbakar. Awan gas
ini juga bisa berasal dari uap yang dihasilkan dari kebocoran cairan mudah terbakar ke
atmosfir. Ketika uap ini menggumpal atau mengumpul pada suatu ruang dan
kecepatan angin tidak cukup untuk mengencerkan uap tersebut maka terjadi awan
uap (vapor cloud). Jika bertemu dengan sumber nyala (ignition source)
maka terjadi ”flash fire”.
Kebakaran Flash Fire |
Perhitungan efek flash fire ini sama
dengan prinsip jumlah energi panas yang dipancarkan oleh sejumlah uap tersebut. Flash fire ini
tidak dapat dipadamkan dengan menembakkan pemadam api ke arahnya, kecuali dengan
menutup sumber pasokan uap mudah terbakar tersebut. Penanggulangan api untuk flash
fire ini hanya untuk pendinginan sehingga panas tidak menjalar ke tempat lainnya. Pembahasan penanggulangan
api akan dibahas pada bab berikutnya.
c. Kebakaran ”Jet Fire”
Api jet terbentuk dari pelepasan gas atau cairan
mudah terbakar karena kebocoran dari wadahnya yang bertekanan tinggi. Kecepatan aliran
kebocoran tersebut sedemikian cepat sehingga membentuk efek jet dari apinya. Sumber
nyalanya (ignition source) bisa berasal dari kecepatan alirannya tersebut karena efek
statik atau sumber nyala dari luar yang berbalik menjadi ”Jet Fire”.
Ilustrasi Jet Fire. |
Dampak Jet Fire ini lebih parah dari
dampak pool fire atau flash fire karena radiasi panas yang dipancarkannya lebih besar sehubungan dengan kecepatan
laju kebocoran. Banyak model-model Software Safety Engineering yang memberikan
perhitungan-perhitungan panas radiasi dari jet fire. Sebagai ilustrasi, untuk kebocoran
dengan luas setara dengan lubang berdiameter 1 inci, maka jika wadah gas metana
bertekanan 10 barg (sekitar 150 psi), maka jarak nyaman berdiri (ketika ada jet
fire) adalah 11 meter. Penanggulangan kebakaran api jet ini tidak dapat dilakukan
dengan pemadaman langsung ke sumber api jet tersebut. Penanggulangannya hanya
dapat dipadamkan dengan memutuskan sumber pasokan gas atau cairan ke wadah tersebut.
Metoda penyemprotan air untuk pendinginan ditujukan untuk mengurangi efek panas
radiasi ke peralatan di sekitarnya.
3. Ledakan
Ledakan (Explosion) sebenarnya adalah
bentuk ekstrim dari Flash Fire. Ia merupakan peningkatan volume dan
pelepasan energi secara sangat cepat dengan cara yang dahsyat menghasilkan
gelombang tekanan kejut dan menghasilan suhu tinggi. Gelobang tekanan kejut
tersebut dihitung dalam satuan tekanan Barg. Tidak banyak yang dapat dilakukan
dalam tanggap darurat menghadapi ledakan karena waktunya sangat singkat,
kecuali memastikan sumber-sumber pasokan bahan bakar sehingga tidak memicu
timbulnya ledakan berikutnya.Pendinginan dengan penyemprotan air dari
sistim penyemprotan air otomatis (Deluge System) dapat mengurangi efek
gelombang tekanan atau efek suhu yang dihasilkan. Sangat sulit mengambil gambar
(foto) untuk ledakan karena kejadiannya yang sangat singkat. Gambar di bawah ini
hasil dari suatu ledakan yang menunjukan bola api, namun jika reaksi demikian cepat
bahkan bola api tidak tertangkap kecuali hasil kerusakan akibat ledakan.
Simulasi Ledakan. |
Prosedur
dan Rencana Tanggap Darurat
Bab ini akan memberikan dasar pengetahuan yang
umum, pemahaman dan arah yang strategis mengenai prosedur dan perencanaan tanggap
darurat. Untuk memperoleh pendekatan yang efektif dan terintegrasi dari tanggap
darurat dan manajemen krisis, konsep-konsep berikut ini harus dipahami, diambil
dan digunakan di seluruh tingkatan organisasi dan di semua lokasi.
Penilaian Resiko
Identifikasi potensi bencana besar dari
Rencana Tanggap Darurat ini adalah penting untuk menentukan kesiap-siagaan dan
fasilitas-fasilitas yang memadai. Sistim Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat Perusahaan
harus merupakan sistem yang dipersiapkan untuk “Segala Resiko”. Dengan ini, berarti
bahwa tim, proses, rencana dan prosedur yang ditetapkan dirancang agar
berfungsi untuk segala jenis kejadian atau keadaan darurat apapun yang dapat
diidentifikasi dari Penilaian Resiko (Risk Assessment). Penilaian
ini akan mencakup resiko-resiko non operasional (contoh: pemogokan kerja,
aktivitas terroris dan bencana-bencana alam) dan ancamanancaman operasional lainnya
(contoh: tumpahan minyak, kebocoran gas, kebakaran dan peledakan). Penilaian
juga harus mengidentifikasikan resiko-resiko potensial dari kejadian di luar
lingkungan kerja di dekat fasilitas-fasilitas yang dapat menimbulkan ancaman
bagi personil dan operasi. Alat penilaian berikut ini digunakan untuk mencantumkan
tipe-tipe kecelakaan dan mengidentifikasikan prioritas mereka. Penilaian akan dilakukan
di area-area operasional utama atau fasilitas yang menggunakan personil /
pekerja yang akrab dengan pekerjaannya. Setelah organisasi telah menentukan
prioritas-prioritas kejadiannya, kejadian-kejadian akan diurutkan berdasarkan
resiko. Ranking Resiko dan prioritas kejadian harus ditinjau secara periodik
sesuai perkembangan kondisi yang ada atau ketika adanya perubahan yang signifikan
di dalam asset dan operasi atau lingkungan luar pabrik (non operasional)
seperti disebutkan di atas. Aktivitas-aktivitas berikut ini harus diselesaikan
selama penilaian resiko tanggap darurat, yaitu:
1. Kompilasikan daftar kejadian-kejadian
potensial yang mungkin terjadi di dalam asset dan operasional perusahaan, tetapi tidak terbatas
pada kejadian-kejadian dengan eksposur populasi yang tinggi, kejadian sebelumnya di dalam
asset, kejadian-kejadian potensial dengan perhatian media yang tinggi, kejadian-kejadian atau pengalaman
dari yang dialami oleh perusahaan perusahaan lain, dan kejadian-kejadian yang diidentifikasikan
di dalam penilaian Resiko seperti Hazid, Hazop, dan lain sebagainya. Disamping
itu, meninjau potensi non-operational seperti ancaman bom, huru hara, dan sandera personil.
Tabel berikut ini adalah lembar skor yang dapat dirubah, disesuaikan atau dipakai untuk
memperoleh langkah ini. Tipe-tipe kejadian yang dicantumkan di dalam lembar skor ini
boleh dihapus, diubah atau ditambah sesuai dengan kebutuhan operasi yang ada (ini hanyalah
contoh).
2. Penilaian resiko-resiko memberikan
sejumlah pertanyaan-pertanyaan inti sebagai berikut untuk dijawab dalam proses
penilaian Resiko:
• Apa yang mungkin terjadi?
• Seberapa mungkin kejadian itu akan terjadi?
• Seberapa parah kejadian itu?
• Seberapa sering kejadian itu dapat terjadi?
• Apa yang akan kita lakukan terhadap kejadian
itu?
3. Analisis dilakukan untuk menentukan
kemampuan tanggapan darurat yang ada terhadap potensi keadaan darurat di tempat
atau lingkungan kerja dari Resiko yang telah diidentifikasi. (contoh: apakah terdapat
kecukupan perlengkapan, persediaan, dan apakah tim tangap darurat telah dibekali
pelatihan untuk potensi keadaan-keadaan darurat tersebut sesuai dengan tingkat
Resikonya). Jika diperlukan tambahan, apakah itu berupa fasilitas dan
perlengkapan tanggap darurat, jumlah tim tanggap darurat, kemampuan tim tanggap
darurat, atau cakupan prosedur tanggap darurat maka tindakan perbaikan
diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas tanggap darurat, dan tindakan-tindakan
perbaikan ini harus didokumentasikan dan dicatat kelengkapan tindakan perbaikan tersebut.
4. Analisis harus dilakukan untuk menentukan apakah
dengan langkah-langkah perbaikan yang diantipasi telah mencapai resiko menengah ke
bawah dan kejadian beresiko tinggi telah diturunkan pada Resiko yang dapat
diterima Gambar 3.1. dibawah ini menunjukan hasil contoh dari bencana besar
dari sebuah Pabrik Kilang Minyak yang harus dicakup dalam prosedur tanggap
darurat.
Diagram Sistem “Segala Resiko” |
Lingkup Rencana Keadaan Darurat
Setelah mengetahui resiko kejadian yang telah
diprediksikan, Rencana keadaan darurat harus dalam keadaan tertulis dan
meliputi setidaknya:
• Tindakan Darurat Awal (Initial Emergency
Actions): apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu ketika mengalami keadaan
darurat, seperti: mengaktifkan alarm, keadaan darurat yang menghendaki pertolongan medis, dan respon awal
lainnya sebagaimana dinyatakan di dalam prosedur yang telah tertulis (a.l.: pemadaman
kebakaran, menekan tombol shutdown keadaan darurat pabrik, dll.)
• Prosedur untuk memberitahu kepada Manajemen
dan Tim Darurat untuk memastikan bahwa sumber sumber yang memadai dalam keadaan
diam atau tergerak untuk meminimalkan pengaruh potensial yang merusak dari
setiap kejadian, keadaan darurat atau krisis-krisis.
• Prosedur untuk pelaporan: ke Pemerintah
setempat, Kepolisian, Kantor Pusat Perusahaan, dll.
• Penunjukan tempat kendali sentral.
• Evakuasi personil ke area yang aman.
• Pengawasan terhadap pengunjung (tamu) dan kontraktor.
• Pencarian dan rencana pertolongan secara terperinci.
• Instruksi secara jelas untuk
prosedur-prosedur penutupan (pematian) pabrik yang diikuti oleh sistim darurat
otomatis di pabrik.
• Informasi / kontrol terhadap bahan atau zat
yang berbahaya.
• Perlindungan dan pengamanan terhadap peralatan
penting, bahan dan catatan-catatan dan,
• Prosedur kembali ke tempat kerja setelah
semua dipastikan kembali normal dan aman. Rencana harus terperinci, teks harus
relatif sederhana dan langsung ke pokok “utama”, sehingga dapat dibaca
dan mudah dipahami. Tujuannya adalah untuk memandu para Petugas dan Manajemen
Tanggap Darurat melalui tindakan-tindakan penting di dalam situasi yang berada
di luar keadaan normal. Di samping tanggap darurat pabrik, Organisasi juga harus
siap untuk dapat tanggap terhadap keadaan keadaan darurat yang terjadi di luar
batas lokasi yang mengacu kepada Hasil Penilaian Resiko. Kesemuanya ini bisa
mencakup; kecelakaan/ kejadian transportasi (udara, darat atau laut), keadaan
darurat melibatkan para Pekerja yang berpergian, gangguan (sosial), eksternal
(Mogok, Pergolakan Sosial, dll).
Prosedur Tanggap Darurat Berlapis
Dari sudut pandang personil dan sumber daya lainnya
untuk suatu tanggap darurat, Konsep Tanggap Keadaan Darurat yang banyak digunakan
kini berdasarkan pada konsep yang berlapis atau bertingkat (Tier). Tidaklah
praktis atau ekonomis bagi perusahaan setempat atau tiap unit anak perusahaan
untuk membuat sistim Emergency Response Team (ERT) sendiri-sendiri
dengan hanya menggunakan sumberdaya setempat untuk mampu merespon dan mengelola
skenario perkara terburuk yang teridentifikasi di dalam perencanaan respon.
Sistem Tanggap Darurat Berlapis |
Konsep respon dasar berlapis tiga berkenaan
dengan pengelolaan tanggap darurat telah dikembangkan sebagai konsep
perencanaan tanggap darurat yang sangat fleksibel, effisien, dan tepat guna dengan
memanfaatkan semua sumber-sumber daya tanggap darurat dan
kapabilitas-kapabilitas di semua departemen dan fungsi-fungsinya disegala tingkat
perusahan maupun kerja sama dengan pihak pemerintah dan perusahaan di sekitar
pabrik. Pendekatan respon berlapis memudahkan respon awal yang kuat dan
memungkinkan penyesuaian di antara sumber-sumber respon berdasarkan pada kebutuhan
kejadian dan ketersediaan sumber
geograpik setempat.
Tanggap Darurat Tier 1
Kejadian atau respons Tier 1 adalah
kejadian atau respons yang berhasil dapat dikelola atau diredakan oleh Manajemen
setempat bersama Departemen Operasional, personil atau sumberdaya setempat. ERT
untuk tingkatan ini dikembangkan oleh organisasi
setempat.
Tim Tanggap Darurat Tier 1 harus mampu :
Merespon Respons Keadaan Darurat Taktis di Lokasi.
Contoh: Pemadaman kebakaran, Pertolongan Pertama
dan Resussitasi, Pertolongan Medis dan Evacuasi korban, Penyelamatan dan Pengamanan
diri (Escape Evacuation) yang diarahkan oleh tim Tanggap Darurat.
Tanggap Darurat Tier 2
Tanggap Darurat Tier 2 melebihi kapabilitas
Tier 1 dan memerlukan tambahan personil dan sumbersumber daya wilayah
lain untuk dikelola. Tim Pendukung Tanggap Darurat regional sebagai Tim Tier
2 terdiri dari personil atau sumber-sumber daya (resources) dari berbagai
Departemen Operasional, Teknik / Engineering, unit-unit bisnis atau anak
perusahaan lainnya di dalam wilayah geografik tertentu untuk dimobilisasi guna
memperkuat tim tanggap darurat Tier 1.
Tim Tanggap Darurat Tier 2 harus mampu :
Merespon Keadaan Darurat strategis dan harus dapat
memberi masukan serta dukungan untuk Tier 1 akan langkah-langkah strategis dalam penanganan darurat di lokasi
a.l.: Data tentang Rekayasa Pabrik, arahan strategis seperti keputusan
bantuan luar (pemerintah), bantuan sumber daya dari anak perusahaan lainnya
jika ada, bantuan strategi minimalisasi pelepasan gas berbahaya, siap
menghadapi media local, dan lain sebagainya.
Tanggap Darurat Tier 3
Pusat Tanggap Darurat
Kejadian atau Tanggap Darurat Tier 3
melebihi kapabilitas dan sumbersumberdaya Tier 2 dan mungkin memerlukan personil global dan
sumbersumberdaya dari berbagai macam lokasi untuk dikelola. Menurut definisi,
kejadian Tier 3 meliputi pengelolaan insiden dan kapabilitas sumberdaya
yang lebih luas baik dari luar perusahaan atau kerjasama dengan ahli-ahli
(spesialis) tanggap darurat khusus seperti penanganan tumpahan minyak,
kebakaran besar. Dengan demikian sumber-sumberdaya lainnya dari seluruh
organisasi (Tingkat Perusahaan) dan dari luar harus diidentifikasikan,
diberitahukan dan dimobilisasi ke tempat yang berdampak.
3.4. Strategi Tanggap Darurat
Informasi berikut ini berisi strategi tanggap
darurat umum untuk skenario keadaan darurat besar seperti:
• Kebocoran gas
• Kebakaran atau Ledakan
• Tumpahan minyak
• Keadaan Darurat Pengobatan dan Medis
• Evakuasi Medis
• Bencana Alam
Tujuan dari strategi ini berfungsi sebagai
pedoman untuk pengembangan prosedur-prosedur setempat atau prosedur tanggap
darurat taktis yang lebih spesifik dan menguraikan tanggung jawab terhadap tindakan
pengamanan, penyelamatan, pengendalian, dan jika diperlukan evakuasi semua
orang.
1.Kebocoran Gas
Kebocoran gas yang mudah terbakar menunjukkan
terjadinya hilangnya fungsi penyimpanan bahan berbahaya (containment)
dengan apa yang disebut “Loss of Containment”, apapun penyebab langsungnya
dapat menimbulkan kebakaran atau peledakan. Respons langsung sangat diperlukan terhadap
tingkat gas mudah terbakar yang terdeteksi.
2. Kebakaran / Peledakan
Sebuah kejadian yang melibatkan kebakaran dan
peledakan menunjukkan resiko yang serius bagi keselamatan personil, aset perusahaan
dan lingkungan beroperasinya. Sejalan dengan sistem pengendalian otomatis (deteksi
api dan gas, sistim “shutdown”, “blowdown”, sistim alarm, dan
lain sebagainya) dan sistem penyemprotan otomatis (fire suppression system:
air, foam, dan lain sebagainya) setiap lokasi harus mendefinisikan
tindakan-tindakan yang diharapkan dari para pekerja. Potensi terhadap kebakaran
atau peledakan dan ketersediaan personil terlatih dan personil yang
diperlengkapi untuk tanggap darurat harus mempertimbangkan strategi dan taktis
tanggap daruratnya.
Pre Fire Plan
Konsep manajemen penanggulangan pra-kebakaran
(Pre-Fire Plan) diperlukan bagi area atau lokasi kerja yang memiliki
bahaya kebakaran tinggi. Penanggulangan kebakaran dalam fasilitas produksi minyak
dan gas misalnya harus dapat dilakukan dalam
hitungan detik, karena memang tingkat bahaya kebakaran dari fasilitas tersebut
yang cukup tinggi sehingga dituntut penanggulangan yang cepat dan efektif dalam
pemadaman kebakaran. Fasilitas eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi
harus memiliki Pre-Fire Planning yang dijalankan secara konsisten yang
dibantu dengan adanya komitmen dari Top Management selaku pengelola fasilitas
tersebut untuk menyediakan fasilitas pemadam kebakaran yang diperlukan. Pre-Fire
Planning adalah suatu cara untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan
untuk pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat terkait dengan bahaya
kebakaran yang mungkin terjadi di suatu tempat yang memiliki potensi bahaya kebakaran.
Pre-Fire Planning ditujukan untuk tempattempat seperti pabrik, kilang,
gedung bertingkat, mal, gudang, pasar, rumah sakit dan tempat lainnya yang berpotensi
terjadinya kebakaran. Adanya Pre-Fire Planning ini akan membuat pihak Regu
Tanggap Darurat (emergency response team) lebih siap dalam menghadapi
bahaya kebakaran. Dengan Pre-Fire Planning ini dapat diperkirakan kondisi terburuk yang mungkin terjadi dan bagaimana
langkah-langkah penanggulangannya. Waktu penanganan kebakaran (Response Time)
akan lebih efektif lagi, sehingga dapat meminimalisir atau bahkan mencegah terjadinya
korban dan kerugian. Setiap fasilitas produksi maupun penyimpanan minyak dan
gas bumi ataupun bahan berbahaya lainnya harus mengukur kebutuhan yang
diperlukan untuk penanggulangan keadaan darurat dilokasi tersebut. Setiap Pre
Fire Plan harus dapat mengidentifikasi potensi dan skenario kebakaran dan
juga dapat mengevaluasi tujuan dan strategi dari pemadaman kebakaran tersebut. Pre-Fire
Plan seharusnya dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang diperlukan selama
proses pemadaman antara lain peralatan pemadaman yang diperlukan (selang, fire
monitor, sambungan, dll), lokasi hidrant, jumlah agen dan air yang digunakan
dan persyaratan personil. Pre-Fire Plan ini harus tersedia bagi semua regu pemadam
kebakaran dan juga digunakan sebagai dasar untuk pelatihan. Pelaksanaan
pelatihan harus dimonitor secara seksama, didokumentasikan dan dievaluasi
sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menyempurnakan setiap rencana jika
perlu. Dari segi prosedur keselamatan, pre-fire plan harus disosialisasikan
kepada seluruh entitas di dalam perusahaan. Sementara dari sisi peralatan harus
selalu tersedia dan harus sesuai standar.
Cakupan Pre-Fire Planning
1) Mempersiapkan atau membuat strategi praktis
pemadaman api untuk berbagai skenario
a) Identifikasi Skenario
b) Perhitungan dan Taktis Pemadaman Api dari setiap
skenario. Perhitungan dilakukan untuk menentukan jumlah dan jenis media pemadam api,
serta peralatan yang diperlukan. Taktis untuk mempersiapkan / menentukan jumlah regu
pemadam dan tim penunjang, keahlian yang diperlukan, cara / teknik pemadaman, dan
lainnya
2) Integrasikan dengan Tanggap Operasional (Emergency
Shutdown, Blowdown, dan lain sebagainya) Tanggap darurat taktis dalam
pengendalian dan penanggulangan kebakaran adalah teknik-teknik pemadaman
kebakaran melalui:
1. Pendinginan (Cooling) yakni
pendinginan bahan bakar sampai kepada temperatur dimana uap bahan bakar tidak
lagi dihasilkan oleh bahan bakar tersebut sehingga akhirnya api padam. Teknik pendinginan ini dilakukan dengan menyemprotkan
spray air ke areal pembakaran.
2. Menutupi (Smothering): memisahkan
udara dan oksigen sehingga tidak ada lagi pasokan oksigen. Cara ini dilakukan
dengan menyemprotkan agen Dry chemical/Dry powder dari alat pemadam api ringan
(APAR) kepada sumber api, penyemprotan busa (foam), CO2, Kimia basah
(Halon), atau menggunakan selimut basah atau pasir (untuk api kecil dan
kompor). Halon karena alasan lingkungan hidup (merusak ozone) dilarang
penggunaannya.
3. Starving (mematikan sumber bahan bakar)
yakni dengan menutup katup aliran bahan bakar gas/ cairan melalui sistim
otomatis “Emergency Shutdown Valve (ESDV)”. Pemantauan perlu
dilakukan untuk melihat apakah ESDV tersebut telah berfungsi menutup pasokan
gas/cairan mudah kebakar ke areal kebakaran.
4. Memutuskan reaksi kimia berantai dengan mengaplikasikan
bahan tertentu (foam) untuk menyingkirkan rangkaian reaksi kimia di
daerah nyala api dengan demikin proses pembakaran
akan terhenti. Hal di atas sepenuhnya
dilakukan oleh tim penanggulangan kebakaran dalam pabrik hingga bantuan datang
atau hingga membahayakan tim penanggulangan.
3. Tumpahan Minyak
Di dalam hal pelepasan atau tumpahan minyak yang
tak terkendali atau tidak diharapkan sasaran utama adalah dengan memastikan
keselamatan jiwa para personil, para responder dan publik. Tim darurat
ditujukan untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menghentikan atau
meminimakan pelepasan atau tumpahan ini dan menurunkan pengaruhnya.
4. Keadaan Darurat Medis
Cedera/penyakit yang serius adalah cedera
atau penyakit yang mensyaratkan intervensi medis yang urgent dan/ atau
pemindahan langsung dari orang yang sakit/ terluka/ cedera kepada fasilitas
medis yang telah ditetapkan. Semua situs Perusahaan dan / atau fasilitas akan mempertahankan
kapabilitas medis sebagaimana ditetapkan oleh Departemen medis Perusahaan-nya. Tergantung
pada tingkat keparahan dari cedera atau penyakit, evakuasi medis atau “Medivac”
mungkin diperlukan agar pasien dapat dirawat di klinik atau rumah sakit yang
mampu memiliki metode-metode lebih terdepan untuk evaluasi pasien atau
perawatan pasien.
5. Evakuasi Medis
Evakuasi medis mungkin perlu dilakukan jika
korban tidak dapat ditangani oleh tim medis perusahaan. Evakuasi ini perlu
dilakukan persiapan dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait
seperti rumah sakit yang mempunyai fasilitas memadai, sarana tansportasi
misalnya helicopter, dan lain sebagainya. Kemungkinan kebutuhan akan evakuasi
medis ini bukan saja untuk korban akibat kecelakaan
kerja atau kecelakaan proses pabrik, tetapi juga untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan
serangan jantung dan penyakit lainnya yang mungkin tidak dapat ditangani oleh
fasilitas medis perusahaan. Bagian ini merespon beberapa keadaan darurat medis
yang serius dan harus ditinjau kembali bersama sesuai dengan garis-garis
pedoman untuk keadaan darurat medis dan rencana tanggap darurat yang telah dibuat
khusus untuk lokasi di pabrik. Istilah Medivac dapat berlaku pada
transportasi yang dilakukan ketika seorang pasien terluka atau cedera atau
sakit yang dianggap jiwanya terancam, atau ketika di dalam beberapa situasi
mengancam selain jiwa dimana seorang pasien harus dipindahkan (dievakuasi)
untuk diadakan diagnosis atau penanganan di sarana medis yang telah ditetapkan.
Komandan Insiden umum atau pimpinan perusahaan di lokasi pabrik diberikan
wewenang untuk meminta sebuah medivac. Keputusan yang akan dilakukan berdasar
keselamatan dan perhatian utama untuk pasien. Meski tidak ada lagi persetujuan
atau izin yang diperlukan, adalah penting untuk
memperhatikan bahwa keputusan untuk medivac harus dilakukan seorang
pasien dengan berkonsultasi dengan orang yang mempunyai wewenang tersebut,
Departemen medis perusahan, Operasi dan Logistik sebagaimana mestinya. Faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan ketika menentukan apakah seorang pasien memerlukan
medivac, meliputi :
• Tingkat keparahan dari cedera/ luka atau penyakitnya
• Diperlukannya perawatan
• Jenis dan kondisi khusus dari transportasi
yang diperlukan
• Ketersediaan transportasi
• Ketersediaan paspor (jika diperlukan
evakuasi ke luar negeri)
• Jumlah dan tingkat kualifikasi orang-orang
yang menyertai pasien tersebut, jika diperlukan.
• Kondisi lingkungan (cuaca, hari terang,
dll.)
• Tujuan akhir (klinik setempat atau klinik
di kotakota besar, dll.)
Seseorang yang terlatih sebagaimana mestinya
dan memenuhi syarat untuk menata kelola perbantuan medis selama evakuasi,
diharapkan akan selalu menemani pasien yang dievakuasi hingga sampai di rumah
sakit yang dituju.
6. Bencana Alam
Untuk daerah-daerah operasi yang mempunyai potensi
bencana alam yang perlu kesiapan berikut ini strategi yang dapat diterapkan:
Organisasi: Tim Tanggap Darurat dan Manajemen
Krisis
Perusahaan harus mempertahankan dan melatih posisi-posisi
yang diperlukan untuk tanggap darurat. Organisasi tanggap darurat diambil
atau dipilih dari seluruh departemen yang tersedia untukmerespon dan mengelola
keadaan-keadaan darurat. Personil lokal akan mengorganisir dengan cara memberikan
respons awal. Pada beberapa hal dimana besaran dan / atau kompleksitas dari
sebuah kejadian atau insiden melampaui kapabilitas dari respons awal ini, maka
tim ini akan didukung oleh Tim Manajemen Insiden dari kantor pusat (Tier 2).
Tim Manajemen Insiden di pusat kemudian memfasilitasi penyebaran atau
pengiriman sumber-sumber daya yang tersedia lainnya yang diperlukan yang bisa
diambil dari manapun di unit-unit pabrik dari tempat terdekat atau bantuan dari
tim tanggap darurat professional yang telah terjalin kerja sama (Tier 3).
1. Tim Tanggap Darurat Setempat
Setiap lokasi pabrik harus mempertahankan dan
melatih tim tanggap darurat setempatnya yang disebut Emergency Response Team
(ERT). Walaupun tim ini bukanlah tim khusus yang tugasnya hanya sebagai ERT
melainkan diambil dari departemen-departemen lain, namun ERT harus mampu
memprakarsai respons yang tepat dan cepat pada keadaan darurat apapun di dalam
area operasi-operasi langsung atau lokasi kantor. Kapabilitas dari tim ini
kadang-kadang dibatasi dikarenakan jumlah sumberdaya yang tersedia, namun
setidaknya harus dapat melakukan tugas sebagai berikut:
• Mengaktifkan alarm, mengadakan
pemberitahuan dan evakuasi langsung, cepat dan aman untuk semua personil dan
orang-orang.
• Melakukan pertolongan pertama dasar
• Melakukan tindakan pemadaman kebakaran dasar
yang melibatkan kebakaran yang baru mulai.
• Meng-inisiasi penutupan keadaan darurat
pada sarana-sarana operasional.
• Penampungan dan perbaikan tumpahantumpahan minyak
(< 100 bbls) atau pengendalian bahan kimia bila dibutuhkan.
Tim-tim ini merupakan Tim Tanggap Darurat Tier
I dari suatu unit perusahaan di lokasi pabrik tersebut. Tergantung pada
hasil penilaian resiko keadaan darurat dan peraturan, akan lebih baik kemampuan
dari tim Tier I ini melebihi kebutuhan minimum di atas. Untuk tujuan Tier
1 tersebut, setiap lokasi harus menentukan Sumber daya Keadaan Darurat lokasi,
yang meliputi :
• Jumlah personil yang diperlukan untuk
respons keadaan darurat
• Peralatan yang dibutuhkan, dan
• Pelatihan yang diperlukan
Tim darurat dapat termasuk tim kebakaran
internal, tim pendukung pertolongan, tim pengendali gangguan, tim pencarian dan
pertolongan, tim keamanan, para pemandu kebakaran, dst. Bahkan pada fasilitas kecil
pun hal ini ditunjukan bahwa respons yang cepat dan tepat terhadap kebakaran
dan keadaan darurat lainnya sebelum datangnya bantuan dari luar sangat membantu
mengurangi tingkat kerugian. Tim ini harusnya dipimpin oleh Pemimpin Tertinggi setempat. Adakalanya pemimpin tim tanggap
darurat ini dibantu oleh satu petugas khusus yang ahli tanggap darurat yang
sehari-harinya bertugas melatih dan memberikan saran-saran perbaikan tanggap
darurat.
2. Tim Tanggap Darurat Kantor Pusat
Kantor pusat harus menetapkan, melatih dan mempertahankan
Tim Tanggap Darurat Pusat atau Tim Manajemen Darurat Pusat. Tim ini harus
mampu memberikan dukungan tim-tim respons keadaan darurat Tier 1. Tim
Tanggap Darurat berkududukan di kantor pusat pada dasarnya terdiri dari para
Manajer Senior dan personil pendukung utama di dalam Perusahaan yang terdiri
dari departemen penting yang meliputi departement pendukung. Tim ini juga
dipimpin oleh seorang Komandan Insiden yang biasanya secara bergilir dipegang
oleh Petinggi Departemen. Tim ini biasanya terdiri dari perwakilan departemen
terkait dengan keadaan darurat misalnya: Departemen Operasi, Logistik, Tim
pendukung teknis: Engineering, HSE, Personalia, Humas, dan lain
sebagainya sesuai kebutuhan. Tim ini merupakan Tim Tier 2.
3. Penetapan Perintah
Dalam hal keadaan darurat apapun, perintah harus
ditetapkan. Pada awalnya setiap orang yang menemukan keadaan darurat akan memberikan perintah.
Setelah alarm diaktifkan, perintah kuasa perintah dipindahkan ke Pimpinan
Tanggap Darurat Setempat (baik langsung maupun tidak langsung). Ketika
diperlukan untuk tingkat lapisan yang lebih tinggi (Tier 2), Pimpinan
Tanggap Darurat setempat ini harus menghubungi nomor Darurat Tingkat Perusahaan
yang beroperasi 24 jam yang dijaga oleh seorang operator radio dan pimpinan
setempat ini mengadakan kontak kepada Komandan Insiden Kantor Pusat. Komandan
Tanggap Darurat kantor pusat akan menentukan aktivasi dari Tim Manajemen Insiden
Perusahaan. Komandan Tanggap Darurat Pusat ini bertanggungjawab untuk
pengendalian kejadian dan bertanggung jawab terhadap semua detail yang terkait dengan
manajemen insiden sampai pada saat dimana tanggungjawab ini didelegasikan kepada
orang lain (Tier 3).
Pelatihan dan Latihan untuk Tim Darurat
1. Pelatihan dan Latihan Tim Tanggap Darurat
Lokal
Pelatihan harus diadakan baik secara teoritis
(Table Top Exercise) maupun praktek (Emergency Drill). Jadwal
pelatihan yang berkala ditetapkan agar senantiasa menjaga pengetahuan
dan keterampilan anggota tim tanggap darurat selalu baru. Meski pelatihan
maksimal direncanakan, latihan-latihan kejutan (tanpa pemberitahuan)
harus diadakan secara berkala dengan mensimulasi situasi keadaan darurat.Pada kesempatan seperti ini, personil cenderung menunjukkan reaksi
secara langsung dibanding ketika pelatihan diberitahukan sebelumnya dan
dapat terlihat kesiapan sesungguhnya.Pelatihan bukan hanya untuk
orang-orang yang secara fisik dapat merespon keadaan-keadaan darurat,
akan tetapi juga Pengawas, Koordinator, orang-orang yang menerima
panggilan darurat dan personil cadangan. Contoh tentang pelatihan
respons keadaan darurat yang khusus meliputi :
• Teknik-teknik penilaian bahaya dasar
• Bagaimana memilih dan menggunakan APD yang tepat
• Penggunaan alat-alat deteksi bahan kimia
portabel
• Terminologi bahan atau zat dasar berbahaya
dan perilaku bahan kimia
• Bagaimana melakukan kontainmen (penampungan),
pengungkungan/penahanan untuk tumpahan minyak atau kimia dan pekerjaanpekerjaan
pengawasan serta menentukan kapan bantuan dibutuhkan.
• Bagaimana melaksanakan prosedur penurunan kontaminasi
dasar
• Prosedur respons yang relevan dan prosedur
untuk mengakhiri respons itu.
• Usaha pemadaman kebakaran dasar dan
Pelatihan Memadamkan Kebakaran Terdepan
• Pertolongan Medis : Pertolongan Pertama dan
CPR. Paparan lokal dapat menentukan perlunya pelatihan pertolongan pertama
khusus, teknik-teknik pertolongan khusus atau respons terhadap paparan-paparan tertentu
misalnya bahan radioaktif.
2. Tim Respons Darurat Perusahaan
Semua anggota tim tanggap keadaan darurat di kantor pusat harus dilatih sebagaimana
mestinya agar dapat memfungsikan kapasitas mereka selama keadaan darurat dan
insiden di suatu lokasi pabrik. Setidaknya, para anggota tim akan menerima pelatihan
tanggap darurat dan ikut serta di dalam latihan praktek (Drill dan Exercise)
untuk tanggap darurat secara periodik (setiap tahun).
3. Bantuan Luar Terorganisir dan Pertolongan
Bersama
Kesepakatan pertolongan bersama dari luar
adalah merupakan kesepakataan atau perjanjian yang resmi dengan
perusahaan-perusahaan swasta lokal atau fasilitas untuk memberikan bantuan
tenaga ahli dan pekerja tanggap darurat
berikut peralatan. Perbantuan dari badan atau agen atau industri dari luar
dapat bermanfaat. Kasus per kasus harus diambil dengan menyeleksi secara tepat,
merencanakan dan mempertahankan hubungan dengan pihak luar dan industri yang mungkin berguna. Latihan
merupakan alat terbaik untuk membuktikan bahwa sumbersumber dari luar
perusahaan ini dipersiapkan untuk merespon keadaan darurat sebagaimana
mestinya.
Fasilitas
dan Sistim Tanggap Darurat
1. Sistem Pertolongan dan Perlindungan
Fasilitas
Harus dilakukan survey komprehensif oleh
orangorang yang berkualifikasi untuk menentukan jenis sistem yang harus
ditetapkan. Beberapa contoh dicantumkan di bawah ini :
• Sistem pemadaman kebakaran, Pompa Kebakaran,
Fire Ringmain, Pipa Kebakaran, Hydrant, Pemantau Kebakaran, dan
Hose Reel, Truk Kebakaran, Sistem Pemadaman Kebakaran Portabel.
• Sistem perlindungan kebakaran, Dinding Kebakaran/
Blast Wall, Sistem Deluge, Sprinkler, Peralatan Sistem Pelindung Pasif, dll.
• Sistem alarm dan deteksi bahaya : Detektor Kebakaran
dan Gas (F&G Detector), Sistem Alarm Kebakaran, dll.
• Perlengkapan dan bahan pengendali pelepasan
dan tumpahan dan perlatan, alat penanggulangan tumpahan (Spill Kit), Oil
Boom, Skimmers, Alat Penyemprot, Dispersant, Pengisap (Sorbent),
dan lain-lain.
• Sumber Energi Listrik dalam keadaan darurat
(Generator Emergency)
• Peralatan pertolongan pertama: P3K, Safety
Shower, Eye wash station, Alat Pemadam Kebakaran Ringan
• Peralatan Pertolongan : SCBA, EEBA (Escape
Evacuation Breathing Aparatus).
• Jalan Keluar dan Evakuasi : Rute Jalan
Keluar,Muster Area
• Peralatan Komunikasi Darurat : Radio,
Telepon, Fax, Sistem Pagin, Telephone Satelit, jaringan komputer / internet,
dan alat komunikasi lainnya.
• Fasilitas Penyelamatan dan Evakuasi untuk Fasilitas
Offshore: Lifeboat, Life Raft, Rescue Craft, GuardBoat/Supply Boat,
dan lain sebagainya.
• Peralatan Keselamatan seperti: Kantong
Darurat di setiap tempat berisi Alat Pelindung Diri untuk keadan darurat (Hood,
Cartridge, senter, dan lain sebagainya), dan lain sebagainya.
5.2. Sistem Darurat Proses di Pabrik
Sistem Darurat Proses di Pabrik terkait
dengan sistem ESD yang terdiri dari :
a. Katup Penutup dalam Keadaan Darurat (ESD
System): bertujuan untuk mengurangi jumlah pasokan bahan bakar ketempat kejadian melalui
penutupan keran otomatis darurat (ESD Valve) yang terhubung dengan Emergency Shutdown System.
Penutupan pasokan ini mengurangi durasi pelepasan gas di tempat kebakaran atau
terjadinya kebocoran dari wadah proses (Process Containment)
dengan demikian mengurangi akibat-akibatnya.
b. Katup Blowdown Keadaan Darurat :
mengurangi bahan bakar gas pemasok api dengan melepaskan bahan bakar gas ke
tempat yang dirancang aman (Flare atau Vent). Hal ini juga untuk
mengurangi durasi terjadinya kebocoran gas atau kebakaran.
c. Sistim detektor kebakaran dan gas (F&G
Detection System): beberapa sistem F&G dirancang untuk memerintahkan
Sistem Penutupan (pematian) darurat (Emergency Shutdown).
Studi Kasus
Studi kasus di bawah ini tidak membahas akar permasalahan
atau penyebab langsung dari terjadinya kecelakaan namun lebih menitik beratkan pada
pembahasan tanggap darurat dari kejadiankejadian tersebut di bawah ini.
1. Tumpahan Minyak Exxon Valdez, 1989
Tumpahan Minyak Exxon Valdez, 1989. |
Tumpahan minyak Exxon Valdez terjadi di
Prince William Sound, Alaska, pada 24 Maret 1989, ketika Exxon Valdez, sebuah
kapal tanker minyak ditambat pada Long Beach, California, membentur Bligh Reef Prince
William Sound lalu menumpahi 260.000 sampai dengan 750.000 barrel (41.000
sampai 119.000 m3) minyak mentah. Hal ini dinilai menjadi salah satu bencana lingkungan yang disebabkan
oleh manusia yang sangat merusakkan yang belum pernah terjadi sebelumnya di
dalam sejarah. Bagaimanapun, lokasi terpencil seperti Prince Willian Sound,
hanya dapat diakses dengan helikopter, pesawat terbang dan boat, yang menyulit
upaya respons dari pemerintah dan industri dan rencana untuk respons yang ada
dikenakan pajak. Wilayah ini merupakan habitat ikan salmon, berang laut, anjing
laut dan burung laut. Minyak ini pada mulanya diproses di ladang minyak Teluk Prudhoe,
pada akhirnya mencakup 1.300 mil (2.100 km) dari garis pantai, dan 11.000 mil
persegi (28.000 km2) dari samudera lepas. Kemudian CEO Exxon, Lawrence G. Rawl
menentukan tanggap darurat dari perusahaan tersebut. Tindakan tanggap darurat
yang pertama adalah tindakan pembersihan melalui penggunaan dispersant, sebuah
campuran solvent dan surfactat. Perusahaan swasta menggunakan dispersant pada 24
Maret 1989 dengan menggunakan helikopter dan bucket dispersant. Karena aksi gelombang
tidak cukup untuk mencampur dispersant dengan minyak di dalam air, penggunaan dispersant
dihentikan. Sebuah peledakan percobaan juga dilakukan selama tahap-tahap awal terjadinya tumpahan
untuk membakar minyak tersebut, di wilayah tumpahan terpisah dari peledakan
lainnya. Ujicoba relatif berhasil, mengurangi 113.400 liter minyak sampai 1.134
liter residen yang dapat diangkat, tetapi karena cuaca yang tak menguntungkan
maka tidak ada pembakaran lanjutan yang dapat dilakukan. Pembersihan mekanis dimulai
dengan singkat setelah itu dengan menggunakan oil boom dan skimmers,
tetapi skimmer tidak cepat tersedia dalam waktu 24 jam menyusul tumpahan
tersebut, lalu minyak kental dan tebal cenderung menyumbat peralatan. Exxon
banyak dikritik karena tanggap darurat yang lambat untuk menyelesaikan bencana
tersebut dan John Devens, Walikota di Valdez, mengatakan masyarakatnya merasa
dikhianati dengan tanggap darurat yang tidak layak dari Exxon untuk menanggapi krisis
ini. Lebih dari 11.000 warga Alaska yang diikuti dengan para Pekerja Exxon
bekerja di sepanjang wilayah ini berusaha memulihkan lingkungan. Dalam banyak
evaluasi, sebenarnya telah banyak yang dilakukan oleh Exxon ketika itu, namun
Exxon dianggap gagal dalam menanggapi keadaan darurat terhadap dunia media
ketika itu.
2. Kecelakaan Kilang BP texas
Kecelakaan Kilang BP Texas |
Pada 23 Maret 2005 sekitar jam 1.20 siang
terjadi peledakan dan kebakaran di salah satu kilang milik BP yang terbesar dan
paling kompleks yang berlokasi di Texas City, Texas. Peledakan dan kebakaran
terjadi di unit Isomerization, yang menyebabkan kematian 15 orang dan sebanyak
70 sampai 100 orang luka serius. Semua yang tewas adalah para kontraktor lapangan. Kilang tersebut memiliki 30 unit proses yang
tersebar sepanjang lokasi 1.200 acre dan mempekerjakan sekitar 1.600 staff BP.
Pada waktu kejadian tersebut ada sekitar 800 staff kontraktor lainnya di lokasi
untuk pekerjaan perputaran yang signifikan. Kilang ini memproduksi bensin,
bahan bakar jet, bahan bakar diesel dan persediaan bahan kimia. Kilang ini
memiliki kapasitas bernilai 460.000 barrel setiap harinya dan kemampuan untuk
memproduksi sekitar 11 juta gallon bahan bakar per harinya atau sekitar 3
persen untuk persediaan bahan bakar di AS. Studi kasus ini mencakup strategi
komunikasi dari BP, dengan memanfaatkan sebuah pusat sebagai lokasi respons
kejadian, pada hari-hari ketika menyusul adanya insiden ini. Insiden yang sangat
berarti ini, dengan fasilitas dari skala ini, memiliki dampak dan menyita
perhatian sebagian besar warga di sepanjang wilayah ini. Mengkomunikasikan
dengan cepat, akurat dan di dalam proses yang tepat adalah penting dan
menentukan.
Daftar Pustaka
1. UU no. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
Ps.8.
2. PP No. 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan
pengawasan keselamatan kerja di bidang
pertambangan
3. PP No. 11/1979 tentang Keselamatan Kerja pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan
Gas Bumi
4. PP No. 11 tahun 1970 Bab 19, Alat Pemadam Kebakaran
5. Per 05/Men/1996, sub bab 3.3.8. Prosedur Menghadapi
Keadaan Darurat atau Bencana.
6. 29 CFR OSHA 1910.38. Emergency Action Plans
7. 29 CFR 1926.23: First Aid and Medical attention,
and
8. 1926.50: Medical services and first aid
9. 29 CFR 1926.35: Employee emergency
action plan
10. 29 CFR 1926.34: Means of egress
11. 29 CFR 1926.24: Fire protection and
prevention,
12. 29 CFR 1926.150: Fire protection
13. 29 CFR 1926.151: Fire prevention
14. 29 CFR 1926.64: PSM of highly
hazardous chemicals
15. 29 CFR 1926.65: HazWoper, Emergency
response to hazardous substance releases
16. NFPA 600, Standard on Industrial Fire
Brigade.
No comments:
Post a Comment