"Resep sukses adalah belajar disaat orang lain tidur, bekerja disaat orang lain bermalasan, mempersiapkan disaat orang lain bermain, dan bermimpi disaat orang lain berharap." – William A Ward –

Wednesday, 29 November 2017

Reklamasi dan Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang

A. Latar Belakang
     Reklamasi Tambang adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Pasca Tambang adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir dari sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.Prinsip lingkungan hidup yang wajib dipenuhi dalam melaksanakan Reklamasi dan Pasca Tambang, adalah:
a. Perlindungan terhadap Kualitas Air permukaan, air tanah, air laut, Tanah dan Udara, dimana,
  1. Kualitas air yang ada pada lahan bekas tambang harus memenuhi ketentuan baku mutu,
  2. Kualitas tanah pada lahan bekas tambang subur dan menjadi media tanam yang baik,
  3. Kualitas udara di lahan bekas tambang dan sekitarnya, berkualitas baik bagi makhluk hidup.
b. Perlindungan terhadap Keanekaragaman hayati, dimana,
Keanekaragaman Hayati
  1. Berbagai jenis tanaman di sekitar lokasi tambang dapat tumbuh subur pada lahan bekas tambang (harus dijaga dan dikelola),
  2. Berbagai jenis binatang dan hewan dapat hidup dan berkembang biak pada lahan bekas tambang,
  3. Simbiosis alamiah pada lahan bekas tambang pulih kembali.
c. Penjaminan Stabilitas dan Keamanaan terhadap timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang dan struktur buatan lainnya, dimana.
Menjaga Stabilitas Lereng
  1. Semua lahan bekas tambang yang berupa lereng harus terjamin stabilitas dan keamanannya,
  2. Semua lahan bekas aktivitas tambang harus dipastikan tidak berpotensi bahaya bagi lingkungan di sekitarnya,
  3. Semua lahan bekas aktivitas tambang harus dijamin tidak akan menimbulkan bencana.
d. Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang
Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang
  1. Semua lahan bekas aktivitas tambang harus memiliki manfaat (ekonomi, ekologi, social dan perlindungan)
  2. Adanya manfaat hanya dapat dicapai apabila ada perencanaan yang baik dan jelas.
e. Memperhatikan Nilai‐Nilai Sosial dan Budaya Setempat, dimana.
  1. Masyarakat di sekitar lahan bekas tambang tidak merasa resah, khawatir, apalagi takut akan potensi bahaya,
  2. Masyarakat merasakan manfaat ekonomi dan social dari lahan reklamasi,
  3. Lahan yang direklamasi tidak menjadi obyek sengketa antar masyarakat setempat.
f. Perlindungan terhadap Kuantitas Air Tanah, dimana,
  1. Air tanah pada lokasi bekas tambang telah pulih secara kuantitas,
  2. Air tanah pada lokasi bekas tambang dan sekitarnya dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya,
  3. Wajib dilakukan pemantauan tinggi muka air tanah pada lahan bekas tambang.
B. Dampak Negatif Pertambangan
      Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan kelestariannya. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut adalah kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbangan devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara lain berupa, yaitu,
  1. Penurunan produktivitas tanah,
  2. Terjadinya erosi dan sedimentasi,
  3. Terjadinya gerakan tanah/ longsoran,
  4. Gangguan terhadap flora dan fauna,
  5. Perubahan iklim mikro,
  6. Permasalahan social.
    Dampak negatip usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lingkungan di luar batas-batas kewajaran.Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang komplek dan sangat rumit, sarat risisko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor pemerintah. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah harus dipahami bagaimana menutup tambang.
      Rehabilitasi/Reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang, tahapan kegiatan perencanaan tambang meliputi penaksiran sumberdaya dan cadangan, perancangan batas penambangan (final/ultimate pit limit), pentahapan tambang, penjadwalan produksi tambang, perancangan tempat penimbunan (waste dump design), perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja, perhitungan biaya modal dan biaya operasi, evaluasi finansial, analisis dampak lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) termasuk pengembangan masyarakat (Community Development) serta Penutupan tambang. Perencanaan tambang, sejak awal sudah melakukan upaya yang sistematis untuk mengantisipasi perlindungan lingkungan dan pengembangan pegawai dan masyarakat sekitar tambang (Arif, 2007). Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut, yaitu,
  1. Eksplorasi
  2. Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan
  3. Pengolahan bijih dan operasional pabrik pengolahan
  4. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
  5. Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi
  6. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman
Lapangan Penambangan
Pengaruh pertambangan pada aspek lingkungan terutama berasal dari tahapan ekstraksi dan pembuangan limbah batuan, dan pengolahan bijih serta operasional pabrik pengolahan.

C. Dasar Hukum
       UU Tambang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan agar lahan-lahan bekas tambang direklamasi agar berfungsi kembali sesuai dengan peruntukkannya. Agar keinginan tersebut dapat tercapai maka kegiatan reklamasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pada kegiatan reklamasi dengan tujuan untuk revegetasi seringkali lahan sulit ditanami karena berbagai penyebab, seperti tanah sangat padat, tidak subur, masam, erosi tinggi, dan lain-lain. Makalah ini menyajikan beberapa permasalahan dan cara penanganan yang dijumpai dalam kegiatan reklamasi, mulai dari penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, perbaikan kualitas tanah, revegetasi, dan pengelolaan air asam tambang.
    Lahan-lahan tambang mineral dan batubara dapat berada pada kawasan hutan ataupun areal penggunaan lain (APL). Status kawasan ini akan menentukan tujuan utama penggunaan lahan dari reklamasi lahan bekas tambang: dihutankan kembali, ditanami tanaman perkebunan, ditanami tanaman pangan, menjadi areal peternakan atau perikanan, lokasi ekowisata, lahan basah, dan lain-lain. Untuk menentukan penggunaanlahan tersebut aspek tataruang perlu dipertimbangkan dengan seksama, yang dalam pelaksanaannya perlu juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, kepentingan Pemda, kepemilikan lahan, dan lain-lain. Proses penambangan, khususnya pada tambang permukaan, akan menghilangkan semua vegetasi di lokasi yang akan ditambang, seperti pohon, semak-belukar, perakaran tanaman, benih, mikroorganisme, termasuk berpindahnya hewan liar. Proses ini tentunya akan menghilangkan fungsi-fungsi kawasan bervegetasi tersebut, seperti menyediakan berbagai hasil hutan,tempat hidup hewan liar, pangan, dan kawasan penyerap air atau sumber air, dan lain-lain. Oleh sebab itu lahan-lahan bekas tambang harus direklamasi.
      Dalam UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Bila kegiatan reklamasi ini dikelola dengan baik, maka seiring dengan waktu hutan hasil reklamasi dapat berfungsi kembali melalui suksesi hutan yang merupakan proses alami. Tanaman tanaman pioner yang toleran terhadap kemasaman, kesuburan tanah dan kelembabanakan terbentuk pada tahap awal reklamasi. Tanah di lokasi reklamasi dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan tanaman pioner juga kualitasnya akan meningkat,melalui peningkatan kadar bahan organik tanah hasil dekomposisi serasah. Peningkatan kualitas tanah akan meningkatkan juga populasi flora-fauna makro dan mikro.Selanjutnya terbentuk habitat untuk kehidupan hewan liar dan kayu-kayu jenis loka lnon-pioner dapat berkembang lebih baik.Makalah ini menyajikan beberapa permasalahan yang dijumpai dan cara penanganan pada kegiatan reklamasi dalam rangka pengelolaan lahan bekas tambang.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pasca Tambang Upaya pengendalian dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
  3. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
  4. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan.
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
  7. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.
  8. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan Nomor : 996 K/05/M. PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Undang-undang No. 429/K.pts. II/1939 Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
  9. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor : 1101. K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team koordinasi 36/Kpts.II/1991 Tetap Departemen Pertambangan dan Energi dan Departemen Kehutanan dan perubahan Tatacara Pengajuan Izin Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
  10. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.0185.K/008/M.PE/1988 tentang Pedomanan Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan untuk Kegiatan di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Sumberdaya Panas Bumi.
  11. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1158.K/008/M.PE/1989 tentang Ketentuan Pelaksanaan Analsis Dampak Lingkungan dalam Usaha Pertambangan dan Energi.
  12. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M/PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.
D. Perencanaan Reklamasi Tambang
        Dalam melaksanakan Reklamasi daerah bekas tambang diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam hal ini, Reklamasi harus disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah tersebut. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan Reklamasi adalah :
  1. Menyusun dan mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan kegiatan penambangan,
  2. Luas areal yang direklamasi harus sama dengan luas areal penambangan.
  3. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk keperluan Vegetasi.
  4. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) Bahan Berbahaya dan Beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
  5. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya.
  6. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
  7. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas penambangan.
  8. Permukaan tanah yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan untuk digemburkan, usahakan agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras.
  9. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukan bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi.
  10. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya,
  11. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Kondisi aktual lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting untuk merencanakan jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Beberapa faktor yang akan mempengaruhi rencana kegiatan reklamasi adalah,
  1. Kondisi Iklim,
  2. Geologi,
  3. Jenis Tanah,
  4. Bentuk Alam,
  5. Air permukaan dan air tanah,
  6. Flora dan Fauna,
  7. Penggunaan lahan,
  8. Rencana Umum Tata ruang.
Tahapan Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Data tersebut dapat diperoleh dari survei dan penelitian lapangan, Dari berbagai faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan faktor yang terpenting.

Pelaksanaan Reklamasi
    Pelaksanaan kegiatan Reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam melakukan kegiatan reklamasi perusahaan tambang bertanggung jawab sampai kondisi atau rona akhir yang telah disepakati tercapai.Setiap lokasi bekas penambangan mempunyai kondisi yang tertentu dan akan mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan reklamasi. Umumnya pekerjaan pelaksanaan Reklamasi merupakan gabungan dari Pekerjaan Teknik Sipil dan Teknik Vegetasi.
      Pekerjaan teknik sipil yang dimaksud meliputi, Pembuatan Teras, Saluran pembuangan akhir (SPA), Bangunan pengendali lereng, Check dam, Penangkap oli bekas (“oil cather”) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.Pekerjaan teknik Vegetasi yang dimaksud meliputi, Bagaimana Pola tanam, Sistem penanaman (monokultur, multiple croping), Jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat, “Cover Crop” (tanaman penutup) dan lain-lain.
       Tahap selanjutnya dari kegiatan penataan lahan reklamasi adalah penebaran “tanah pucuk”.Tanah pucuk yang ditebarkan seyogyanya adalah tanah-tanah pucuk yang masih segar, yang biasanya masih mengandung flora-fauna makro dan mikro serta benih-benih dan sisa-sisa berbagai akar tanaman yang kemudian akan tumbuh menjadi bibit-bibit yang baik.Tahapan penebaran tanah pucuk seringkali menjadi SOP yang wajib dilaksanakan.Padahal kondisi lapang kadangkala tidak memungkinkan tahapan ini dilakukan karena ketiadaan tanah pucuk. Dalam kondisi tersebut material overburden dapat dimanfaatkan sebagai media tanam dengan catatan material tersebut memiliki sifat-sifat kimia dan fisik yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman dan perakaran yang dalam serta tidak mengandung material yang berpotensi meracuni tanaman, seperti adanya senyawa pirit.Analisis kimia dan fisik tanah di laboratorium adalah kunci agar dapat diberikan rekomendasi perbaikan kualitas tanah. Seperti diketahui bahwa lokasi-lokasi tambang di Indonesia umumnya berada pada tanah-tanah yang tidak subur. Oleh karena itu, perbaikan kualitas media tanam khususnya pada tanah lapisan atas perlu dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan revegetasi. Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos dikombinasikan serta dalam penerepan dalam kegiatan reklamasi dicampur apabila dengan pupuk dasar NPK merupakan kunci pokok perbaikan lapisan atas tanah. Pada tanah tanah yang tergolong sangat masam hingga masam pemberian kapur pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dan ketersediaan unsur-unsur lainnya, seperti dan berbagai unsur mikro. Pelaksanaan Pekerjaan Reklamasi lahan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 
  1. Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk tambang (“landscaping”), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (“low Grade”) yang belum dimanfaatkan.
  2. Pengendalian erosi dan sedimentasi.
  3. Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”)
  4. Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan lainnya.
Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dengan Penanaman Tumbuhan
1. Persiapan Lahan
Tahap awal yang harus dilakukan untuk melaksanakan pekerjaan Reklamasi adalah,
a. Pengamatan Lahan Bekas Tambang, kegiatan ini meliputi,
  1. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan dari lahan yang akan direklamasi,
  2. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan,
  3. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus,
  4. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,
  5. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi.
b. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat. Kegiatan ini meliputi,
Pengaturan bentuk lereng
  1. Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air limpasan (“run off”), erosi dan sedimentasi serta longsor,
  2. Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras
Pengaturan saluran pembuangan air
  1. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.
  2. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas areal yang direklamasi.
2. Pengendalian Erosi Dan Sedimentasi
    Pengendalian Erosi merupakan hal yang harus dilakukan selama kegiatan penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah, curah hujan, kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah.
Beberapa cara untuk mengendalikan proses erosi dan air limpasan adalah :
a. Meminimasikan areal terganggu dengan:
  1. Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan reklamasi,
  2. Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,
  3. Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,
  4. Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan
b. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan,
  1. Pembuatan teras-teras,
  2. Pembuatan saluran diversi (pengelak),
  3. Pembuatan SPA,
  4. Dam pengendali,
c. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah),
  1. Dengan penggaruan tanah searah kontur,
  2. Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat sebagai media perakaran tanah,
  3. Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll.
d. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan,
  1. Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan perlakuan yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa Tambang,
  2. Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak mengandung sedimen,
  3. Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang dilengkapi dengan saluran pengelak,
  4. Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah ditampung dan dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu curam,
  5. Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungan sebaiknya sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai lapisan atas tanah,
  6. Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran pelimpah (“Spillways”) untuk menangani keadaan darurat dan saluran pembuatan (“decant”, “syohon”) dan lainnya yang dianggap perlu,
  7. Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check dam dari beton, kayu atau dalam bentuk lain.
  8. Pelaksanaan pengendalian erosi selengkapnya harus mengacu pada Pedoman Teknis yang telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Erosi pada Kegiatan Pertambangan Umum.
3. Pengelolaan Tanah Pucuk
     Tujuan Pengelolaan Tanah Pucuk adalah untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk dari lapisan tanah lain, hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah:
a. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai endapan bahan galian,
b. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter,
c. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m,
d. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengadung racun dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi dan memisahkannya,
e. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah,
f. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan,
g. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan segera.
  1. Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap erosi. Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah (sub soil),
  2. Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (“cover crop”) yang cepat tumbuh dan menutup permukaan.
h. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila :
  1. Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),
  2. Sangat berlempung (60% lempung),
  3. Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,
  4. Mengandung khlorida 3%,
  5. Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter.
  6. Pengelolaan tanah pucuk pada areal yang akan direklamasi
4. Revegetasi
      Lahan-lahan bekas tambang umumnya memiliki iklim mikro yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu pada tahap pertama kegiatan revegetasi lahan bekas tambang harus ditanami terlebih dahulu dengan tanamantanaman pioner cepat tumbuh yang mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan. Beberapa jenis tanaman cepat tumbuh yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut( Albizzia falcate),akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora),gamal (Gliricidia sepium), dll.Kriteria tanaman pioner cepat tumbuh adalah: (1) tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur, (2) tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu, (3) tidak bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok, (4) tidak menjadi inang penyakit, tahanakan angin dan mudah dimusnahkan, (5) sebaiknya dapat bernilai ekonomis.Setelah tanaman pioner cepat tumbuh sudah berkembang dengan baik, maka tanaman lokal untuk memperkaya variasi jenis tumbuhan hutan dapat segera ditanam. Tanaman lokal adalah tanaman yang sudah tumbuh secara alami di sekitar daerah penambangan.Jenis-jenis tanaman lokal dapat dilihat pada Rona Awal Laporan Amdal. Bibit tanaman lokal dapat diperoleh dari bibit kecil di hutan sekitar daerah penambangan.Selain untuk tanaman kehutanan, sesuai dengan status lahannya, lahan bekas tambang dapat digunakan untuk tanaman perkebunan, tanaman pangan, tanaman hortikultura, maupun tanaman padi sawah. Pemilihan penggunaan lahan sangat tergantung dari kondisi geobiofisik lahan dan rencana tataruang penggunaan lahan.Untuk tanaman perkebunan, karet merupakan tanaman yang relatif mudah tumbuh di lahan marjinal seperti lahan-lahan bekas tambang.
      Pekerjaan Revegetasi harus dilakukan sesuai dengan tahapan yang telah direkomendasikan, yaitu Penyusunan rancangan teknis tanaman, Persiapan lapangan, Pengadaan bibit dan persemaian, Pelaksanaan penanaman serta Pemeliharaan tanaman.
a. Penyusunan Rancangan Teknis tanaman
  1. Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya dan tata waktu pelaksanaan kegiatan.
  2. Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat. Kondisi geofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim, hidrologi, kondisi vegetasi awal dan vegetasu asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu mendapat perhatian antara lain demografi, sarana, prasaran, dan eksesbilitas yang ada.
  3. Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada penanaman jenis tumbuhan asli. Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah setempat saat ini. Sehingga, perlu selalu mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu konsultasi dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.
b. Persiapan Lapangan
Pada umumnya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan, pengolahan tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan tanaman dapat tercapai.
Pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam persiapan lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman pengganggu (alang-alang, liliana, dll), dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik tanpa ada persaingan dengan tanaman pengganggu dalam hal mendapatkan unsur hara, sinat matahari, dll.
Pengolahan lahan
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan dengan baik, diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang diinginkan.
Perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur, mulsa, pupuk (organik maupun anorganik). Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbu tanaman.
Penggunaan Gypsum
  1. Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah (“crusting”) pada tanah padat (“hard-setting soil”). Penggunaan gypsum akan menggantikan ion sodium dengan ion kalsium, sehingga dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah terhadap air, aerasi (udara), pengurangan kerak tanah dan dengan pelindian (“leaching”) akan mengurangi kadar garam.
  2. Bila lapisan tanah bagian bawah (sun soil) yang diperbaiki, maka dibuat alur garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap, jika tanah kerak yang diperbaiki, sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja.
  3. Pengguanaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk memperbaiki tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk mengolah lapisan bagian bawah yang bersifat lempung.
  4. Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah dengan gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-tumbuhan sudah mampu menghasilkan bahan-bahan organik yang memberikan dampak positif bagi pertumbuhan.
Penggunaan kapur
  1. Kapur digunakan khsusunya untuk mengatur pH, akan tetapi dapat juga memperbaiki struktur tanah.
  2. Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan mengatur zat-zat racun.
  3. Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu gamping, kapur dolomit. Kapur tohor (“hydrated lime”) jarang digunakan.
  4. Kapur atau batu kapur giling kasar (“coarsely crushed”) dan kapur dolomit mempunyai daya kerja yang lebih lambat, akan tetapi pengaruhnya dalam menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor.
  5. Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika kesinambungan kenaikan pH dibutuhkan.
  6. Kapur tohor akan berpengaruh menrurunkan kemampuan jenis pupuk yang mengandung nitrogen. Karena itu penggunaanya harus terpisah.
  7. Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 – 3,5 ton/ha pada tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikan pH kurang lebih 0,5.
Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya
  1. Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga dipergunakan sebagi mulsa.
  2. Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan mengatur suhu permukaan tanah.
  3. Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang memerlukan revegetasi yang cepat, perlindungan tempat-tempat tertentu (seperti tanggul) atau jika perbaikan tanah atau media akan dibutuhkan.
  4. Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa atau lokasi yang luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha.
  5. Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian digunakan sebagai mulsa yang penggunaannya bergantung dari ketersediaan dan harganya. Bahan-bahan baik digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-tumbuhan yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan kayu dan serbuk gergaji, limbah pabrik pengolahan dan penggergajian kayu, ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis kacang-kacangan.
  6. Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai.
  7. Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian (misalnya penyebar pupuk kandang) atau dengan alat khusus.
  8. Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan-bahan mulsa (Biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan bijih tumbuhan.
Pupuk
  1. Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.
  2. Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhannya.
  3. Reaksi setiap tumbuhan bervariasi, anggota dari rumpun “proteseae”sensitif terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan menimbulkan efek yang kurang baik.
  4. Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah sifat tanah.
  5. Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan sesuai dengan hasil analisis tanah.
  6. Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro (yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium, dan magnesium.
  7. Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan, harus meminta saran dari ahli tanah.
  8. Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang dapat mengakibatkan pencemaran air, khususnya pada daera tanah pasiran.
  9. Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak 10 – 15 cm di bawah atau di sebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman. Harus dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian.
c. Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat memenuhi melalui pembelian bibit siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan bibit harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

Pengadaan benih
  1. Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangkan tanaman (UU No. 12 Tahun 1992).
  2. Benih yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi diperoleh dengan cara mengeumpulkan dari sumber benih yang ada atau membeli dari perusahaan pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara resmi.
  3. Benih tersebut harus memenuhi syarat :
  4. Diketahui secara jelas asal-usulnya
  5. Bermutu tinggi/benih unggul
  6. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain:
  7. Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum biji tersebut matang.
  8. Menghindari buah yang menunjukan adanya tanda serangan serangga atau gangguan jamur.
  9. Mengumpulkan biji yang sudah matang, caranya :
  1. Kelompok biji berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain) Menunjukan kematangan bila warnanya berubah hijau kecoklatan.
  2. Kelompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak dan berubah warna bila sudah matang.
  3. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke coklat, jadi rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan mengkilat.
  4. Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik, gunakan kantong kain atau kertas.
Apabila membeli biji perlu diperhatikan :
  1. Penjual biji mempunyai reputasi baik/penyalur resmi.
  2. Biji komersil dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel sehingga terjamin tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal pengambilan biji.
Pengambilan biji dilakukan dengan cara :
  1. Memeberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji, tanggal pengumpulan, lokasi dan sebagainya.
  2. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu dan bubuhi dengan serbuk anti serangga dan jamur.
  3. Biji disimpan pada temperatur di bawah 20o C dan kelembaban yang rendah. Biji tumbuhan tropis mungkin mati pada temperatur di bawah 10oC.
Pembuatan persemaian.
Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yang ada/dekat dengan sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat cahaya matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman.

Tahapan dan Kegiatan Pembuatan Persemaian
Perlakuan pendahuluan
Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodoks) beri diberi perlakuan khusus sebelum disemaikan.
Penaburan benih
Benih yang berukuran halus sebelum ditabur terlebih dahulu dicampur dengan pasir halus, tanah halus atau yang telah dihancurkan, sedangkan benih yang berukuran lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai.
Penyapihan,
Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari bak perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan di laksanakan di rumah pertumbuhan.
Pemeliharaan bibit,
Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman, pemupukan, penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta pemberantasan hama dan penyakit.
Permanenan dan Pengangkutan Bibit,
Bibit yang dipanen adalah bibit yang telah memenuhi persyaratan
  1. pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah mencapai tinggi minimal 20 cm)
  2. Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan dengan media pertumbuhannya
  3. Tidak terserang hama penyakit
d. Pelaksanaan Penanaman
Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman, pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman dan penanaman.
Pemasangan arah larikan
Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif datar mengikuti arah Timur – Barat.
Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir tanaman mengikuti jarak tanam yang ditetapkan 2 x 3 m.
Distribusi Bibit
Dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan setelah penanaman ajir.
Pembuatan Lubang dan Penanaman Tanaman
  1. Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm, sedangkan teknik penanamannyadengan terlebih dahulu melepas plastik (pot/poolybag) pada bibit yang tersedia. Sebelum bibit ditanam diamati dahulu apakah bibit yang tersedia cukup baik (memenuhi syarat) umpamanya daun-daunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian pula keadaan media tanamnya.
  2. Penanaman harus dilakukan dan selesai sore hari.
  3. Tanamkan bibit secara tegak lurus dan cukup padat, untuk memastikan tekan dengan kaki pada sekitar tanaman.
e. Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi pertumbuhan tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan :
Penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran, dan pemupukan. Sedangkan pada tahun kedua dilakukan pberupa penyiangan, pengendalian gulma, pendangiran dan pemupukan.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak sehat/merana untuk memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan harus dilakukan 15 – 30 hari sesudah penanaman.
Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma, bertujuan untuk mengurangi atau ememperkecil persaingan akar antara tanaman pokok dengan tanaman pengganggu. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual berupa penyiangan dan pendangiran atau kimiawi berupa penyemprotan bahan kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan, keadaan tanah, jenis gulma dan jenis tanaman.
Pemupukan
Dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan riap. Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu pertimbangan jenis tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih dahulu dilakukan analisa tanah.

Pengendalian Hama dan Penyakit
  1. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya dilakukan pada keadaan yang sangat mendesak, yang cenderung menggagalkan rehabilitasi hutan secara keseluruhan.
  2. Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk penggunaan/perlakuan secara tepat dan benar.
  3. Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada kawasan pelestarian alam.
  4. Pencegahan terhadap kebakaran dan penggembalaan liar.
  5. Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan tegakan, produktivitas dan kualitas tanaman
  6. Beberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat dilakukan antara lain : pembersihan lahan dari bahan yang mudah terbakar, memilih jenis tanaman yang tahan kebakaran, dan memberikan penerangan dan penyuluhan tentang pencegahan kebakaran kepada masyarakat sekitar.
  7. Pencegahan terhadap penggembalaan liar dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan, pemberian bibit makanan ternak dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan pembuatan pagar pengaman.
E. Reklamasi Tambang
Perubahan rona lingkungan sebelum dan sesudah aktivitas penambangan akan sangat berbeda, akibat perbedaan ini harus diusahakan untuk dikembalikan ke keadaan awal atau di reklamasi.
1. Jalan Tambang
Perencanaan detail konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun sementara harus mempertimbangkan rencana kegiatannya lebih lanjut bila pelaksanaan reklamasi telah dilakukan dikemudian hari.
a. Perencanaan
  1. Jalan umum dan jalan tambang diselaraskan dengan rencana pembukaan daerah pertambangan, hal akan mempermudah rencana selanjutnya apabila kegiatan pertambangan telah selesai.
  2. Perencanaan jalan harus memperhatikan keamanan operasi penambangan, hindari pembuatan jalan sejajar yang tidak perlu, demikian pula bundaran, jalan pintas dan lain-lain.
  3. Pada daerah gersang atau jarang pepohonan, perencanaan jalan umum dan jalan tambang dilakukan sedemikian rupa agar tumbuh-tumbuhan atau panorama alam tidak mengurangi daya penglihatan.
  4. Sedapat mungkin perencanaan jalan umum dan jalan tambang harus disesuaikan dengan keadaan topografi untuk menghindari mengalirnya air ke badan jalan yang dapat mengakibatkan jalan selalu basah.
b. Rancang Bangun dan Pekerjaan Konstruksi
  1. Pada waktu mendesain jalan tambang, harus disesuaikan untuk beberpa lama jalan itu diperlukan dan peralatan apa saja yang memerlukan jalan itu.
  2. Sedapat mungkin dihindari pemakaian alat-alat berat pada jalan yang dipergunakan utnuk kegiatan eksplorasi dan dihindari sejauh mungkin menggangu tanah pucuk serta akar-akar pohon yang ada.
  3. Memanfaatkan kayu dari pohon-pohon bekas tebangan sebagai badan jalan dan stabilitas lereng jalan.
  4. Permukaan jalan dapat mengkontaminasikan air larian, maka dalam rancang bangun maupun pekerjaan konstruksi harus memperhitungkan hal tersebut apabila curah hujan tinggi. Persyaratan atau kelengkapan dari suatu jalan yang baik, misalnya untuk mengendalikan erosi perlu dipertahankan dalam pengerjaanya.
  5. Pada daerah datar, termasuk daerah yang sulit/kering, pengendalian air permukaan sangat penting baik yang berasal dari permukaan jalan atau daerah sekitarnya (lihat gambar 3.32).
  6. Pada jalan yang berada ditebing (lereng yang curam), aliran alir harus disalurkan keparit-parit yang dibuat disisi jalan maupun pada tempat tertentu pada tebing curan tersebut seperti gambar 3.33 untuk menghindari terjadinya erosi yang dapat mengakibatkan kelongsoran.
  7. Dinding lereng diperkuat agar tidak cepat longsor atau tererosi serta pemasangan gorong-gorong pada setiap ujung saluran air.
C. Reklamasi
  1. Konfirmasikan apakah pihak yang berkepentingan (pemilik kehutanan dan lain-lain) masih memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang akan datng.
  2. Pasangalah pintu atau penghalang untuk pencegah penggunaan jalan oleh orang-orang yang tidak berkeprentingan.
  3. Tebarkan tanah pucuk dan garu utnuk melonggarkan tanah yang padat sehingga mudah untuk penyemaian bibit tanaman, hal ini akan sekaligus juga menghambat atau mencegah penggunaan jalan yang memang sudah ridak dikehendaki serta dapat segera dilakukan revegetasi (lihat gambar 3.34).
  4. Bongkar gorong-gorong, selokan dan konstruksi semi permanen/sementara lainnya, biarkan alir mengalir secara alami.
  5. Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun (“cut and fill”) dan sebaginya menjadikan daerah-daerah berlereng tidak stabil untuk jangka waktu lama, maka perlu dibentuk lagi kontur yang memadai dengan menggunakan material dari badan jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi persyaratan sebagai lahan siap revegetasi.
  6. Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan reklamasi sesuai rencana rehabilitasi daerah bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut dilakukan.
2. Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan meninggalkan lubang atau cekungan pada akhir penambangan, Terjadinya lubang-lubang ini dapat diminimalkan apabila penimbunan kembali tanah penutup dilakukan dengan segera dan merupakan bagian dari pekerjaan penambangan. Lubang-lubang tambang yang tidak dapat dihindari, dan berdasarkan perhitungan tidak dapat ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah dalam kondisi dari lubang/cekungan tersebut. Alternatif pemanfaatannya antara lain :
a. Waduk
Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar) merupakan faktor penentu.
b. Habitat satwa liar atau budidaya
Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal umumnya tidak cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah, bentang alam serta habitat binaan memerlukan penelitian yang komprehensif.
c. Tempat penimbunan bahan tambang
Dengan pertimbangan ekonomi, maka lubang yang akan dipilih adalah yang dekat dengan kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup. Penelitian pola air tanah dan kemungkinan pencemaran oleh mineral buangan perlu dilakukan. Alternatif pemanfaatan lubang bekas tambang harus didahului denagn penelitian mengenai kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa liar atau budidaya.

3. Pengelolaan Erosi
   Daerah sebelah barat Indonesia umumnya memiliki curah hujan yang tinggi. Kondisi inimenyebabkan peluang terjadinya erosi dan sedimentasi pada lahan-lahan bekastambang yang baru ditata sangat besar. Untuk mengatasi hal ini, maka pencegahan erosidan sedimentasi harus dilakukan dengan cara mengatur sudut dan panjang lereng sertadikombinasikan dengan penggunaan mulsa. Energi aliran air permukaan yangmenimbulkan erosi harus diminimalkan dengan mendesain lereng selandai dan/atausependek mungkin. Lahan-lahan reklamasi sering memiliki 2 tipe lereng, yaitulereng landai tetapi panjang, dan lereng curam tetapi pendek. Pada lereng landai namun dalam perencanaan dan panjang perlu dibuat guludan, sedangkan pada sisi lereng yang pendek tetapi curam dibuatkan teras atau bench.
Pengolahan Erosi Lahan Tambang
        Penggunaan mulsa untuk menutupi lahan-lahan reklamasi yang masih terbuka sangat dianjurkan untuk mengurangi erosi. Mulsa akan mengurangi efek energi butiran air hujan yang akan menghancurkan agregat tanah menjadi butiran-butiran yang lebih halus dan hanyutnya lapisan atas permukaan tanah. Berbagai bahan dapat dijadikan sebagai mulsa, seperti jerami padi, jerami alang-alang, janjang kosong kelapa sawit, tetapi yang paling baik adalah mulsa vegetatif dari tanaman yang tergolong land cover crop (LCC).LCC ini selain mampu mencegah erosi juga dapat membantu mempercepat peningkatankesuburan tanah melalui pengikatan N oleh bintil akar dan penambahan bahan organic.Beberapa jenis LCC memiliki sifat menjalar, seperti:Centrosema pubescens, Calopoginium mucunoides, Calopogonium caeruleum, Psopocarphuspolustris,Desmodium ovalifolium, Mucuna conchinchinensis, Pueraria javanica, Pueraria phascoloides.Jenis LCC lainnya merupakan tipe pelindung, seperti:Flemingiacongesta, Crotalaria anagyroides, Tephrosia vogelii, Caliandra callothyrsus,Caliandra tetragona.
    Penanaman LCC sebaiknya dilakukan pada saat awal musimhujan.Perawatan tanaman perlu dilakukan dengan pemupukan terutama pada lahan yang tidak subur yang ditunjukkan oleh pertumbuhan tanaman yang kurang baik. Pupuk NPK perlu ditebarkan pada tanaman cover cropyang mulai tumbuh. Pertumbuhan cover crop terutama yang sifatnya menjalar dapat melilit tanaman utama. Untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan dengan memotong LCC yang melilit agar tanaman utama tidak terganggu pertumbuhannya.Pengendalian erosi dan sedimentasi agar lebih efektif selain menggunakan LCC serta dalam mereklamasi juga perlu ditunjang dengan membuat bangunanbangunan konservasi yang sesuai dengan kondisi, seperti gulud, teras, check dam, drop structure, dan lain-lain.

4. Pengelolaan Air Asam Tambang
      Pengelolaan terpadu air asam tambang (AAT) umumnya menyangkut beberapaaktivitas, seperti pengembangan model geokimia overburden / batuan serta dampak dari pembuangan limbah, pencegahan timbulnya AAT melalui pengkapsulan material yang berpotensi akan memicu menghasilkan asam (PAF) dan metode perlakuan aktif (netralisasi) atau pasif (melalui proses biologi, geokimia, dan gravitasi). Pengelolaan overburden dengan tujuan pengkapsulan materi PAF dianggap sebagai cara paling baik untuk menghindari efek timbulnya AAT
Metode Penggunaan Kapur Tohor
Bila diperlukan metode ini dikombinasikan dengan metode pengapuran untuk menetralisir effluent masam agar sesuai dengan baku mutu.
Pengolahan Air Asam Tambang Terpadu
       Pengelolaan terpadu air asam tambang (AAT) umumnya menyangkut beberapa aktivitas, seperti pengembangan model geokimia Overburden /batuan limbah, pencegahan timbulnya AAT melalui pengkapsulan material yang berpotensi menghasilkan asam (PAF) dan metode perlakuan aktif (netralisasi) atau pasif (melalui proses biologi, geokimia, dan gravitasi). Pengelolaan overburden dengan tujuan pengkapsulan materi PAF dianggap sebagai cara paling baik untuk menghindari timbulnya AAT (Gambar 4). Bila diperlukan metode ini dikombinasikan dengan metode pengapuran untuk menetralisir effluent masam agar sesuai dengan baku mutu.
      Pengelolaan material PAF yang tidak mengikuti standar selain akan menimbulkan AATyang mencemari lingkungan perairan sekitar tambang juga bila ditebarkan di lahanreklamasi akan menyebabkan lahan menjadi sangat masam sehingga sulit ditanami.
Reklamasi lahan bekas tambang seringkali menghadapi berbagai hambatan teknis yangmemerlukan solusi sesuai dengan kondisi lapangan. Hambatan yang dijumpai diantaranya kekurangan tanah pucuk, tanah tidak subur secara kimia, fisik dan biologi,lereng curam, erosi dan sedimentasi tinggi, dan lain-lain. Selain hambatan teknis akibatkondisi alam, sering juga ditemukan kesalahan teknis akibat pemahaman berbeda.Sebagai contoh, target penataan lahan adalah lereng landai dan rata. Untuk mencapai kondisi tersebut digunakan alat-alat berat untuk meratakan. Padahal kondisi tersebut menyebabkan pemadatan tanah yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman, terutama pada awal-awal masa pertumbuhan, perlu dilakukan dengan seksama. Bibit mati harus segera disulam, pupuk diberikan sesuai dosis dan waktu, penyemprotan untuk membasmi hama dan penyakit tanaman, dan bila perlu disediakan irigasi, terutama pada musim kemarau.Analisis geokimia batuan limbah seharusnya dilakukan agar batuan limbah dapat ditempatkan sesuai dengan karakteristiknya untuk mencegah timbulnya air asam tambang. Analisis geokimia batuan limbah dan tanah pucuk juga bermanfaat bila diperlukan tindakan ameliorasi terhadap material yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanah reklamasi.

F. Kriteria Keberhasilan Reklamasi
  Reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan penataan lahan yang menyangkut recounturing/regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil.Seringkali target yang ingin dicapai pada tahun pertama proses ini adalah lahan dengan kemiringan landai yang permukaannya rata serta ditumbuhi dengan vegetasi yang lebat.Sayangnya reklamasi lahan cara ini sering menghasilkan tanah-tanah dengan tingkat kepadatan tinggi akibat grading berlebihan dengan menggunakan alat-alat berat.
     Pemadatan tanah dalam rangka reklamasi lahan dapat saja dilakukan bila berdasarkan kajian pemadatan tersebut memang diperlukan untuk menjamin stabilitas lereng. Namun perlu diketahui bahwa pemadatan tanah ini akan menghambat pertumbuhan akar, menghambat sirkulasi udara, meningkatkan laju aliran permukaan dan mengurangi laju infiltrasi. Kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi pada tanah-tanah alami di lingkungan hutan yang memiliki tingkat kepadatan rendah atau gembur sehingga memberikan ruang agar tanaman dapat berakar lebih dalam dan berkembang tanpa rintangan.
Lahan Bekas Tambang Yang Akan Diolah
        Pada lahan-lahan reklamasi, pertumbuhan tanaman reklamasi berumur sama umumnyalebih baik pada daerah-daerah sisi lereng dibandingkan daerah datar. Salah satu penyebab utamanya adalah tanah di daerah datar lebih padat dibandingkan tanah didaerah sisi lereng.Untuk menghindari pemadatan yang berlebihan tersebut maka jika memungkinkangunakan bulldozer kecil dalam kegiatan grading dan batasi lalulintas hanya pada daerah tertentu.Tanah yang telanjur padat akibat lalulintas alat-alat berat harus digemburkankembali dengan menggunakan excavator
Perataan Lahan Bekas Tambang
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang, perlu mengacu pada kriteria sebagai berikut,
1. Penataan Lahan
a. Pengisian kembalian lahan bekas tambang
  1. Luas areal yang diisi kembali (ha), > 90 % dari areal yang seharusnya diisi.
  2. Jumlah bahan/material pengisi (m3), > 90 % dari jumlah tanah penututup yang digali.
b. Pengaturan permukaan lahan (regrading)
  1. Luas areal yang diatur (ha), > 90 % dari luas areal yang ditimbun kembali.
  2. Kemiringan lereng (%), < 8 % untuk tanaman pangan.
  3. Tinggi, lebar dan panjang ters (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan kemiringan lereng.
c. Penaburan/penempatan tanah pucuk
  1. Luas daerah yang diatur (ha), > 90 % dari areal yang harus diisi.
  2. Jumlah tanah pucuk yang yang ditabur, > 90 % dari tanah pucuk yang digali dan disimpan.
  3. Ketebalan tanah pucuk (cm), > 80 % dari ketebalan tanah pucuk semula pada areal tersebut.
  4. Perbaikan kualitas tanah melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur.
2. Pengendalian Erosi dan Pengelolaan Tambang
a. Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah, dan kualitasnya sesuai dengan rencana.
b. Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana

3. Revegetasi
a. Pengadaan bibit/benih
  1. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi atau fungsi lahan
  2. Jumlah (batang/kg), sesuai dengan rencana.
b. Penanaman
  1. Jumlah areal yang ditanami (ha), > 90 % dari areal yang telah diatur kembali.
  2. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana.
  3. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana.
c. Pemeliharaan
  1. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati.
  2. Pemupukan, jenis dan dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai dengan rencana.
  3. 90 % tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit.
d. Tingkat pertumbuhan tanaman
  1. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)
  2. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya > 80 %.

No comments:

Post a Comment

Baca Juga Artikel Ini close button minimize button maximize button