Riyadhus
Shalihin adalah karya besar imam An-Nawawi yang merupakan kitab kumpulan hadits
tentang tazkiyah,adab dan akhlak ini telah memberikan manfaat dan sumbangan
luar biasa dalam tarbiyah. Riyadhus Shalihin Merupakan “ Taman “ yang indah
bagi orang sholeh dan penerang bagi orang awam. Penulis tulis ulang agar dapat
dibaca secara online, semoga bermanfaat dan dapat menjadikan kita muslim yang
lebih baik.
Bab
11
Bersungguh-sungguh
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan orang-orang yang
berjihad dalam membela agama Kami, maka pasti akan
Kami tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya Allah itu beserta
orang-orang yang berbuat kebagusan." (al-Ankabut: 69)
Allah Ta'ala
berfirman lagi:
Lagi Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan ingatlah akan
nama Tuhanmu serta beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati," yakni
hentikanlah segala pemikiran, untuk semata-mata menghadap kepadaNya."
(al-Muzzammil: 8)
Allah Ta'ala juga
berfirman:
"Maka barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, Dia pun pasti akan
mengetahuinya." (az-Zalzalah: 7)
Juga Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan apa saja -
perbuatan baik - yang engkau sekalian berikan untuk dirimu sendiri, nanti pasti
akan engkau sekalian dapati di sisi Allah, keadaannya adalah lebih baik dan
lebih besar pahalanya dan mohonlah pengampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (al-Muzzammil: 20)
Lagi firman Allah
Ta'ala:
"Dan apa saja
kebaikan yang engkau sekalian kerjakan, maka sesungguhnya Allah itu Maha
Mengetahui." (al-Baqarah: 215)
Ayat-ayat dalam bab
ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:
95.
Pertama: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Sesungguhnya Allah
Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi : "Barangsiapa memusuhi kekasihKu, maka Aku
memberitahukan padanya bahawa ia akan Ku perangi - Ku musuhi.
Dan tidaklah
seseorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat Kucintai lebih
daripada apabila ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya. Dan
tidaklah seseorang hambaKu itu mendekatkan padaKu dan melakukan hal-hal yang
sunnah sehingga akhirnya Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya,
Aku lah yang sebagai telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, Aku lah matanya
yang ia gunakan untuk melihat, Aku lah tangannya yang ia gunakan untuk mengambil
dan Aku lah kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Andaikata ia meminta sesuatu
pada Ku, pastilah Ku beri dan andaikata memohonkan perlindungan padaKu, pastilah
Ku lindungi." (Riwayat Bukhari)
Makna lafaz
Aadzantuhu, ertinya: "Aku (Tuhan) memberitahukan kepadanya (yakni orang
yang mengganggu kekasihKu itu) bahawa Aku memerangi atau memusuhinya, sedang
lafaz Ista'aadzanii, ertinya "Ia memohonkan perlindungan padaKu. Ada yang
meriwayatkan dengan ba', lalu berbunyi Ista'aadza bii dan ada yang
meriwayatkan dengan nun, lalu berbunyi Ista'aadzanii.
Keterangan:
Yang perlu kita
resapkan dalam Hadis ini ialah:
(a) Di
atas itu, Hadis Qudsi namanya.
(b) Kekasih Allah ialah orang yang
amat taqwa kepadaNya dan orang yang memusuhi kekasih Allah ini pasti akan rosak
binasa sebab dimusuhi oleh Allah.
(c)
Jadi bila hendak mendekat pada Allah, lebih dulu penuhilah
kewajiban-kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah pada kita itu,
(d)
Maka kalau orang itu sudah benar-benar dekat pada Allah semua
pendengarannya, penglihatannya, pengambilannya dan perjalanannya selalu diberi
petunjuk oleh Allah sehingga cahaya Tuhan selalu ada di kanan
kirinya.
96. Kedua: Dari Anas
r.a. dari Nabi s.a.w. dalam sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya
'Azzawajalla, firmanNya - ini juga Hadis Qudsi :
"Jikalau seseorang
hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan
jikalau ia mendekat padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau
hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan
bergegas-gegas." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Hadis yang tercantum
di atas itu adalah sebagai perumpamaan belaka, baik bagi Allah atau bagi
hambaNya. Jadi maksudnya ialah barangsiapa yang mengerjakan ketaatan kepada
Allah sekalipun sedikit, maka Allah akan menerima serta memperlipat-gandakan
pahalanya, juga pelakunya itu diberi kemuliaan olehNya selama di dunia sampai di
akhirat. Makin besar dan banyak ketaatannya, makin pula besar dan
bertambah-tambah pahalanya. Manakala cara melakukan ketaatan itu dengan
perlahan-lahan, Allah bukannya memperlahan atau memperlambatkan pahalanya,
tetapi bahkan dengan segera dinilai pahalanya itu dengan penilaian yang luar
biasa tingginya.
Demikianlah tujuan
dan makna yang tersirat dalam isi Hadis tersebut. Wallahu A'lam
bish-shawaab.
97. Ketiga: Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua macam
kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebahagian besar manusia iaitu
kesihatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Lafaz Maghbuun
dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, iaitu membeli
sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan
berlipat-lipat dari yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli
seratus rupiah, tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban
itu dapat bererti menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya,
misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga lima puluh rupiah, tetapi hanya
dijual dengan harga lima rupiah saja.
Orang mukallaf yakni
manusia yang sudah baligh lagi berakal oleh Rasulullah s.a.w. diumpamakan
sebagai seorang pedagang. Kesihatan tubuh dan kelapangan waktu yakni waktu tidak
ada pekerjaan apa-apa yang diumpamakan sebagai pokok harta atau kapital untuk
berdagang itu, sedang ketaatan kepada Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang
diperdagangkan.
Namun demikian
sebahagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki dua
macam kapital dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu,
padahal sudah jelas pokok kapitalnya ialah kesihatan dan kelapangan waktu dan
yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang
akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada Allah
itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula
yang menyebabkan akan dapat memperolehi laba yang besar sekali di sisi Allah dan
yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh
sebahagian besar ummat manusia sewaktu mereka hidup di dunia ini.
Baharu orang itu
mengerti besarnya kenikmatan sihat dan lapang waktu itu, apabila telah sakit dan
banyak kesibukan, sehingga banyak kewajipan-kewajipan terhadap agama menjadi
kucar-kacir dan terbengkalai atau sama sekali ditinggalkan. Semoga kita semua
dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.
98. Keempat: Dari
Aisyah radhiallahu 'anha bahawasanya Rasulullah s.a.w. berdiri untuk beribadat
dari sebahagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya
(Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah,
sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan
yang kemudian?"
Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Adakah aku tidak
senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?" (Muttafaq
'alaih)
Ini adalah menurut
lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab shahih -
Bukhari dan Muslim - dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.
Keterangan:
Dalam mengulas apa
yang dikatakan oleh Sayyidah Aisyah radhiallahu 'anha bahawa Rasuiullah s.a.w.
itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu atau
belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan huraiannya sebagai
berikut:
"Sebenarnya tiada
seorang pun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahawa dosa-dosa yang
diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah diampuni yakni mengenai diri Nabi
s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini, baik
yang dengan sengaja atau cara apapun. Itu sama sekali tidak, sebab Rasulullah
s.a.w., juga semua nabiullah 'alaihimus shalatu wassalam itu adalah terpelihara
dan terjaga dari semua kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada dosanya sama
sekali (ma'shum minadz-dzunub). Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari
memiliki persangkaan yang jelas salahnya sebagaimana di atas.
Jadi tujuannya
hanyalah sebagai mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa besarnya kewajiban
setiap manusia, yang di dalamnya termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w. untuk memaha
agungkan, memaha besarkan kepadaNya serta senantiasa mensyukuri
kenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa yang dilakukan oleh manusia,
bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu, masih
belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan oleh Nya
kepada manusia tersebut. Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita penuhi
sebagai imbalan kurniaNya itu, masih belum sesuai dengan amalan baik yang kita
lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali. Jadi lemahlah
kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya
pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah
Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus shalatu wassalam
itu."
99. Kelima: Dari
Aisyah radhiallahu 'anha juga bahawasanya ia berkata:
"Rasulullah itu apabila
masuk hari sepuluh, maka
ia menghidup-hidupkan malamnya dan membangunkan isterinya dan
bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat pinggangnya." Yang dimaksudkan
ialah:
Hari sepuluh ertinya
sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan - jadi antara tanggal 21 Ramadhan
sampai habisnya bulan itu. Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya maksudnya
sebagai sindiran menyendiri dari kaum wanita - yakni tidak berkumpul dengan
isteri-isterinya, ada pula yang memberi pengertian bahawa maksudnya itu ialah
amat giat untuk beribadat. Dikatakan: Saya rnengeraskan ikat pinggangku untuk
perkara ini, ertinya: Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan menghabiskan
segala Waktu untuk merampungkannya.
100. Keenam: Dari Abu
Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Orang mu'min yang
kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang
lemah. Namun keduanya itu pun sama memperolehi kebaikan.
Berlumbalah untuk
memperolehi apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena oleh sesuatu
mushibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya mengerjakan begini,
tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi berkatalah: "Ini adalah takdir
Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya," sebab
sesungguhnya ucapan "andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat
Muslim)
101. Ketujuh: Dan"
Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya RasuluHah s.a.w. bersabda:
"Ditutupilah neraka
dengan berbagai kesyahwatan - keinginan -dan ditutupilah syurga itu dengan
berbagai hal yang tidak disenangi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat,
dari Muslim disebutkan dengan mengjunakan kata huffat sebagai ganti kata
hujibat, sedang ertinya adalah sama, iaitu bahawa antara seseorang dengan
neraka (atau syurga) itu ada tabirnya, maka jikalau tabir ini dilakukannya,
tentulah ia masuk ke dalamnya.
102. Kelapan: Dari
Abu Abdillah, iaitu Hudzaifah bin al-Yaman al-Anshari yang terkenal sebagai
penyimpan rahsia Rasullah s.a.w., radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya
bersembahyang beserta Nabi s.a.w. pada suatu malam maka beliau membuka - dalam
rakaat pertama - dengan surat al-Baqarah. Saya berkata: "Beliau ruku' pada ayat
keseratus, kemudian berlalulah." Saya berkata: "Beliau bersembahyang dengan
bacaan tadi itu dalam satu rakaat, kemudian berlalu."
Selanjutnya saya
berkata: "Beliau ruku' dengan bacaan di atas itu, kemudian membuka - dalam
rakaat kedua - dengan surah an-Nisa' lalu membacanya,kemudian membuka lagi
-sebagai lanjutan-nya - surah ali Imran, kemudian membacanya.
Beliau s.a.w.
membacanya itu dengan rapi sekali -tidak tergesa-gesa - jikalau melalui ayat
yang di dalamnya mengandungi pentasbihan - memahasucikan -beliaupun mengucapkan
tasbih, jikalau melalui ayat yang mengandungi suatu permohonan, beliau pun
memohon, jikalau melalui ayat yang menyatakan berta'awwudz -mohon perlindungan
kepada Allah dari sesuatu yang tidak baik, beliau pun berta'awwudz - mohon
perlindungan.
Kemudian beliau
s.a.w. ruku' dan di situ beliau mengucapkan: Subhana rabbtal 'azhim.
Ruku'nya adalah seumpama saja dengan berdirinya - yakni perihal lamanya
hampir persamaan belaka -selanjutnya beliau mengucapkan: Sami'allahu iiman
hamidah. Rabbana lakal hamd," lalu berdiri dengan berdiri yang lama
mendekati ruku'nya tadi. Seterusnya beliau bersujud lalu mengucapkan:
Subhana rabbial a'la, maka
sujudnya itu mendekati pula
akan berdirinya - tentang lama waktunya." (Riwayat Muslim)
103. Kesembilan: Dari
Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya bersembahyang beserta Rasulullah s.a.w. pada
suatu malam, maka beliau memperpanjangkan berdirinya, sehingga saya bersengaja
untuk melakukan sesuatu yang tidak baik."
Ia ditanya: "Dan
apakah hal yang tidak baik yang engkau sengajakan itu?"
Ibnu Mas'ud r.a.
menjawab: "Saya bersengaja hendak duduk saja dan meninggalkan beliau - tidak
terus berma'mum padanya." (Muttafaq 'alaih)
104. Kesepuluh: Dari
Anas r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya:
"Mengikuti kepada
seseorang mayit itu tiga hal, iaitu keluarganya, hartanya serta amalnya.
Kemudian kembalilah yang dua macam dan tertinggallah yang satu. Kembalilah
keluarga serta hartanya dan tertinggallah amalnya." (Muttafaq 'alaih)
105.
Kesebelas: Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Nabi s.a.w. bersabda:
"Syurga itu lebih dekat
pada seseorang di antara
engkau sekalian daripada ikat terumpahnya, neraka pun demikian pula."
(Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Maksud Hadis di atas
itu ialah bahawa untuk mencapai syurga atau neraka itu mudah sekali. Jika
seseorang ingin mendapatkan syurga tentulah wajib mempunyai kesengajaan yang
benar, melakukan ketaatan dan kebaktian kepada Tuhan, melaksanakan semua
perintah dan menjauhi semua laranganNya, tetapi jika ingin memasuki neraka -
semoga kita dilindungi Allah dari siksa neraka itu, tentulah dengan jalan
mengikuti apa saja yang menjadi kehendak hawa nafsu, menuruti kemahuan syaitan
dan melakukan apa saja yang berupa kemaksiatan dan kemungkaran.
106. Keduabelas: Dari
Abu Firas iaitu Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami, pelayan
Rasulullah s.a.w. dan ia
termasuk pula dalam golongan ahlussuffah - yakni
kaum fakir miskin - r.a. katanya: "Saya bermalam beserta Rasulullah s.a.w.,
kemudian saya mendatangkan untuknya dengan air wudhu'nya serta hajatnya -
maksudnya pakaian dan lain-lain. Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Memintalah
padaku!" Saya berkata: "Saya meminta kepada Tuan untuk menjadi kawan Tuan di
dalam syurga." Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Apakah tidak ada yang selain itu?"
Saya menjawab: "Sudah, itu sajalah." Beliau lalu bersabda: "Kalau begitu
tolonglah aku - untuk melaksanakan permintaanmu itu - dengan memaksa dirimu
sendiri untuk memperbanyak bersujud - maksudnya engkaupun harus pula berusaha
untuk terlaksananya permintaan tersebut dengan jalan memperbanyakkan menyembah
Allah." (Riwayat Muslim)
107. Ketigabelas:
Dari Abu Abdillah, juga dikatakan dengan nama Abu Abdir Rahman iaitu Tsauban,
hamba sahaya Rasulullah s.a.w. r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Hendaklah engkau
memperbanyak bersujud, sebab sesungguhnya engkau tidaklah bersujud kepada Allah
sekali sujud. melainkan dengannya itu Allah mengangkatmu sedarjat dan dengannya
pula Allah menghapuskan satu kesalahan dari dirimu." (Riwayat Muslim)
108. Keempatbelas:
Dari Abu Shafwan iaitu Abdullah bin Busr al-Aslami r.a., katanya: "Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Sebaik-baik manusia
ialah orang yang panjang usianya dan baik kelakuannya."
Diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
109. Kelimabelas:
Dari Anas r.a., katanya:
"Bapa saudaraku,
iaitu Anas bin an-Nadhr r.a. tidak mengikuti peperangan Badar, kemudian ia
berkata: "Ya Rasulullah, saya tidak mengikuti pertama-tama peperangan yang Tuan
lakukan untuk memerangi kaum musyrikin. Jikalau Allah mempersaksikan saya
-menakdirkan saya ikut menyaksikan - dalam memerangi kaum musyrikin - pada waktu
yang akan datang, niscayalah Allah akan memperlihatkan apa yang akan saya
perbuat.
Ketika pada hari
peperangan Uhud, kaum Muslimin menderita kekalahan, lalu Anas - bin an-Nadhr -
itu berkata: "Ya Allah, saya mohon keuzuran - pengampunan - padaMu daripada apa
yang dilakukan oleh mereka itu
- yang dimaksudkan
ialah kawan-kawannya kerana
meninggalkan tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh Nabi s.a.w. - juga
saya berlepas diri - maksudnya tidak ikut campurtangan - padaMu daripada apa
yang dilakukan oleh mereka - yang dimaksudkan ialah kaum musyrikin yang
memerangi kaum Muslimin.
Selanjutnya ia pun
majulah, lalu Sa'ad bin Mu'az menemuinya. Anas bin an-Nadhr berkata: "Hai Sa'ad
bin Mu'az, marilah menuju syurga. Demi Tuhan yang menguasai Ka'bah (Baitullah),
sesungguhnya saya dapat menemukan bau harum syurga itu dari tempat di dekat
Uhud."
Sa'ad berkata: "Saya
sendiri tidak sanggup melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Anas itu, ya
Rasulullah."
Anas
- yang merawikan
Hadis ini yakni Anas
bin Malik anak saudara Anas
bin an-Nadhr - berkata;
"Maka kami dapat menemukan dalam tubuh Anas
bin an-Nadhr itu lapan puluh buah lebih pukulan pedang ataupun tusukan tombak
ataupun lemparan panah. Kita menemukannya telah terbunuh dan kaum musyrikin
telah pula mencabik-cabiknya. Oleh sebab itu seorang pun tidak dapat mengenalnya
lagi, melainkan saudara perempuannya saja, kerana mengenal
jari-jarinya."
Anas - perawi Hadis
ini - berkata: "Kita sekalian mengira atau menyangka bahawasanya ayat ini turun
untuk menghuraikan hal Anas bin an-Nadhr itu atau orang-orang yang seperti
dirinya, iaitu ayat -yang ertinya:
"Di antara kaum
mu'minin itu ada beberapa orang yang menempati apa yang dijanjikan olehnya
kepada Allah," sampai seterusnya ayat
tersebut. (Muttafaq 'alaih)
Lafaz
Layuriannallah, diriwayatkan dengan dhammahnya ya' dan kasrahnya ra',
ertinya: Niscayalah Allah akan memperlihatkan yang sedemikian itu - apa-apa yang
dilakukannya - kepada orang banyak. Diriwayatkan pula dengan fathah keduanya -
ya' dan ra'nya -dan maknanya sudah jelas - iaitu: Nescayalah Allah akan melihat
apa-apa yang dilakukan olehnya. Jadi membacanya ialah: Layara-yannallah.
Wallahu aiam.
Keterangan:
Anas bin an-Nadhr
r.a. mengatakan kepada Rasulullah s.a.w. bahawa dalam peperangan yang pertama
yakni perang Badar tidak ikut, kemudian dalam peperangan kedua, yakni perang
Uhud ikut menyertai pasukan ummat Islam melawan kaum kafirin dan musyrikin.
Kemudian ia berkata di hadapan Rasulullah s.a.w. sebagai janjinya, andaikata ia
mengikuti, niscaya Allah akan menampakkan apa yang hendak dilakukan olehnya atau
Allah pasti mengetahui apa yang hendak diperbuatnya.
Ia mengatakan
sebagaimana di atas itu setelah selesai perang Badar dan belum lagi terjadi
perang Uhud. Yang hendak diperbincangkan di sini ialah mengenai kata-kata Anas
tersebut berbunyi Maa ashna-'u, ertinya: Apa-apa yang akan saya lakukan.
Mengapa ia tidak berkata saja: Aku akan bertempur mati-matian sampai titik darah
yang penghabisan, sebagaimana yang biasa dikatakan oleh orang-orang di zaman
kita sekarang ini. Nah, inilah yang perlu kita bahas sekadarnya.
Al-lmam al-Qurthubi
dalam mengupas kata-kata Anas r.a. iaitu Maa ashna-'u itu menjelaskan
demikian:
Ucapan Sayidina Anas
r.a., juga sekalian para sahabat Rasulullah s.a.w. selalu mengandungi makna yang
mendalam. Anas r.a. misalnya, dalam menyatakan janjinya akan mengikuti
peperangan bila nanti terjadi peperangan lagi dengan hanya mengatakan: Maa
ashna-'u, itu mempunyai kandungan bermacam-macam, umpamanya:
(a) Ia
tidak memiliki sifat kesombongan dan ketakaburan dan oleh sebab itu tidak
mengatakan bahawa ia akan berjuang mati-matian sampai hilangnya jiwa yang
dimilikinya dan amat berharga itu. Orang yang sombong itu umumnya tidak menepati
janji yang diucapkan. Kadang-kadang baru melihat musuh sudah lari terbirit-birit
atau sebelum melihatnya saja sudah tidak nampak hidungnya.
(b) Anas r.a. sengaja
memperkukuhkan ucapannya sendiri dan benar-benar dipenuhi. Diri dan jiwanya akan
betul-betul dikorbankan untuk meluhurkan kalimat Allah yakni agama Islam dengan
jalan melawan musuh yang sengaja menyerbu negara dan hendak melenyapkan agama
yang diyakini kebenarannya itu.
(c) Ia
hendak berusaha keras memenangkan peperangan dan mencurahkan segala daya dan
kekuatannya tanpa ada ketakutan sedikitpun akan tibanya ajal, sebab setiap
manusia pasti mengalami kematian, hanya jalannya yang berbeza-beza.
(d) Ia
takut kalau-kalau apa yang hendak dilakukan nanti itu belum
memadai apa yang diucapkan, sebab mengingat
bahawa segala gerakan hati dapat
saja diubah-ubah oleh Allah
Ta'ala. Mungkin hari ini putih,tetapi besoknya sudah menjadi hitam.
Itulah yang dikhuatirkan olehnya,
sehingga semangatnya yang
asalnya menyala-nyala, tiba-tiba mengendur tanpa disedari.
Selanjutnya setelah
terjadi perang Uhud ia menunjukkan perjuangan yang sebenar-benarnya,
sampai-sampai terciumlah olehnya bau-bauan dari syurga dan akhirnya ia gugur
sebagai pahlawan syahid fi-sabilillah. Untuk menegaskan janji Anas r.a. inilah
Allah Ta'ala berfirman dalam al-Quran:
Ertinya:
"Di kalangan kaum
mu'minin itu ada beberapa orang (seperti sahabat Anas)
yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah dan sungguh-sungguh memenuhi
janjinya itu. Diantara mereka ada yang menemui ajalnya - sebagai pahlawan syahid
- dan ada juga yang masih menanti-nantikan - yakni ingin mendapatkan kematian
syahid dan oleh sebab itu tidak mundur setapak pun menghadapi musuh. Itulah
orang-orang mu'min yang tidak berubah pendiriannya sedikit pun."
(al-Ahzab: 23)
110. Keenambelas:
Dari Abu Mas'ud iaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Anshari al-Badri r.a., katanya: "Ketika
ayat sedekah turun, maka kita semua mengangkat sesuatu di atas punggung-punggung
kita -untuk memperolehi upah dari hasil mengangkatnya itu untuk disedekahkan.
Kemudian datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak benar
jumlahnya. Orang-orang sama berkata: "Orang itu adalah sengaja berpamir saja -
memperlihatkan amalannya kepada sesama manusia dan tidak kerana Allah Ta'ala
melakukannya. Ada pula orang lain yang datang kemudian bersedekah dengan barang
sesha' - dari kurma. Orang-orang sama berkata: "Sebenarnya Allah pastilah tidak
memerlukan makanan sesha'nya orang ini." Selanjutnya turun pulalah ayat - yang
ertinya:
"Orang-orang yang
mencela kaum mu'minin yang memberikan sedekah dengan sukarela dan pula mencela
orang-orang yang tidak mendapatkan melainkan menurut kadar kekuatan dirinya,"
dan seterusnya ayat itu - yakni firmanNya: "Lalu mereka memperolok-olokkan
mereka. Allah akan memperolok-olokkan para pencela itu dan mereka yang berbuat
sedemikian itu akan memperolehi siksa yang pedih." (at-Taubah: 79) (Muttafaq
'alaih)
Nuhamilu
dengan dhammahnya nun dan
menggunakan ha' muhmalah, ertinya ialah setiap orang dari kita sekalian
mengangkat di atas punggung masing-masing dengan memperolehi upah dan upah
itulah yang disedekahkannya.
111. Ketujuhbelas:
Dari Said bin Abdul Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khawlani dari
Abu Zar, iaitu Jundub bin Junadah r.a. dari Nabi s.a.w., dalam sesuatu yang
diriwayatkan dari Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahawasanya Allah berfirman - ini
adalah Hadis Qudsi:
"Hai hamba-hambaKu,
sesungguhnya Aku mengharamkan pada diriku sendiri akan menganiaya dan menganiaya
itu Kujadikan haram di antara engkau sekalian. Maka dari itu, janganlah engkau
sekalian saling menganiaya.
Wahai hamba-hambaKu,
engkau semua itu tersesat, kecuali orang yang Kuberi petunjuk. Maka itu mohonlah
petunjuk padaKu, engkau semua tentu Kuberi petunjuk itu.
Wahai hamba-hambaKu,
engkau semua itu lapar, kecuali orang yang Kuberi makan. Maka mohonlah makan
padaKu, engkau semua tentu Kuberi makanan itu.
Wahai hamba-hambaKu,
engkau semua itu telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian. Maka mohonlah
pakaian padaKu, engkau semua tentu Kuberi pakaian itu.
Wahai hamba-hambaKu,
sesungguhnya engkau semua itu berbuat kesalahan pada malam dan siang hari dan
Aku inilah yang mengampunkan segala dosa. Maka mohon ampunlah padaKu, pasti
engkau semua Kuampuni.
Wahai hamba-hambaKu,
sesungguhnya engkau semua itu tidak dapat membahayakan Aku. Maka andaikata
dapat, tentu engkau semua akan membahayakan Aku. Lagi pula engkau semua itu
tidak dapat memberikan kemanfaatan padaKu. Maka andaikata dapat, tentu engkau
semua akan memberikan kemanfaatan itu padaKu.
Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga
semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati
seseorang yang paling taqwa dari antara engkau semua, hal itu tidak akan
menambah keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga
semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati
seseorang yang paling curang dari antara engkau semua, hal itu tidak akan dapat
mengurangi keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga
semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama berdiri di suatu tempat yang
tinggi di atas bumi, lalu tiap seseorang meminta sesuatu padaKu dan tiap-tiap
satu Kuberi menurut permintaannya masing-masing, hal itu tidak akan mengurangi
apa yang menjadi milikKu, melainkan hanya seperti jarum bila dimasukkan ke dalam
laut - jadi berkurangnya hanyalah seperti air yang melekat pada jarum
tadi.
Wahai hamba-hambaKu,
hanyasanya semua itu adalah amalan-amalanmu sendiri. Aku menghitungnya bagimu
lalu Aku memberikan balasannya. Maka barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah
ia memuji kepada Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, hendaklah
jangan menyesali kecuali pada dirinya sendiri."
Said berkata: "Abu
Idris itu apabila menceriterakan Hadis ini, ia duduk di atas kedua
lututnya." (Riwayat Muslim)
Kami juga
meriwayatkannya dari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan ia berkata: "Tidak
sebuah pun Hadis bagi ahli Syam yang lebih mulia dari Hadis ini."
Keterangan:
Hadis yang
diriwayatkan oleh Nabi s.a.w. dan berasal dari Allah semacam Hadis di atas ini
juga Hadis no. 11 dan no. 95 disebut Hadis Qudsi (suci). Bezanya dengan al-Quran
ialah kalau al-Quran merupakan mu'jizat sedang Hadis Qudsi tidak. Lagi pula
hanya melulu membaca saja pada al-Quran itu sudah merupakan ibadat. Yang penting
kita perhatikan ialah:
(a) Menganiaya itu
adalah benar-benar besar dosanya dan doanya orang yang dianiaya itu tidak akan
ditolak oleh Allah yakni pasti dikabulkan sebagaimana sabda Nabi
s.a.w.:
"Takutlah pada doanya
orang yang dianiaya, sekalipun ia itu kafir kerana sesungguhnya saja tidak ada
tabir yang menutup antara doa orang itu dengan
Allah."
(b)
Semua dosa itu dapat diampuni oleh Allah asal kita mohon ampun serta bertaubat
kecuali syirik (menyekutukan Allah), sebagaimana dalam al-Quran
disebutkan:
"Sesungguhnya Allah
tidak suka mengampuni kalau Dia disekutukan dengan lainNya dan Dia suka
mengampuni yang selain itu pada orang yang dikehendaki olehNya."
(c)
Kalau kita taat pada Allah, melakukan semua perintahNya, ini bukan
bererti bahawa Allah memerlukan kita taati. Kita taat atau tidak bagi Allah
tetap saja. Maka bukannya kalau kita taat, Allah tambah mulia atau kalau kita
ingkar lalu Allah kurang kemuliaanNya. Itu tidak sama sekali. Hanya saja Allah
menyediakan tempat kesenangan (syurga) bagi orang yang taat dan tempat siksa
(neraka) bagi orang yang ingkar.
(d)
Orang yang amat taqwa yang dimaksudkan dalam Hadis ini ialah Nabi
Muhammad s.a.w. dan yang paling curang itu ialah syaitan (setan) sebab syaitan
itu dahulunya bernama Azazil dan termasuk dalam golongan jin.
(e)
Begitu banyaknya air laut, kalau isinya hanya dikurangi oleh jarum yang
melekat di situ, maka kekurangan itu tidak bererti sama sekali.
Begitulah perumpamaannya andaikata Allah mengabulkan semua permohonan
makhlukNya.
No comments:
Post a Comment